Formulasi Sediaan Gel Dan Krim Dari Ekstrak Rimpang Jahe Merah Zingiber Officinale Roscoe

February 22, 2018 | Author: MasyitahNoviayantiIkhsma | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

semoga bermanfaat...

Description

FORMULASI SEDIAAN GEL DAN KRIM DARI EKSTRAK RIMPANG JAHE MERAH (Zingiber officinale Roscoe)

SKRIPSI

OLEH: ESTER NATALIA PANJAITAN NIM 081501071

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012

FORMULASI SEDIAAN GEL DAN KRIM DARI EKSTRAK RIMPANG JAHE MERAH (Zingiber officinale Roscoe)

SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara OLEH: ESTER NATALIA PANJAITAN NIM 081501071

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012

PENGESAHAN SKRIPSI

FORMULASI SEDIAAN GEL DAN KRIM DARI EKSTRAK RIMPANG JAHE MERAH (Zingiber officinale Roscoe)

OLEH: ESTER NATALIA PANJAITAN NIM 081501071

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Pada Tanggal: Oktober 2012

Pembimbing I,

Panitia Penguji,

Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt. NIP 195008221974121002

Dra. Saodah, M.Sc., Apt. NIP 194901131976032001

Pembimbing II,

Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt. NIP 195008221974121002

Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt. NIP 195107031977102001

Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt. NIP 195109081985031002

Poppy Anjelisa Hasibuan, M.Si., Apt. NIP 197506102005012003

Medan, Oktober 2012 Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena limpahan rahmat, kasih dan karunianNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul ”Formulasi Sediaan Gel dan Krim dari Ekstrak Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale Roscoe)”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. Bapak Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt., selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan, dan nasehat selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini serta kepada Ibu Prof. Julia Reveny, M.Si., Ph.D., Apt., selaku penasehat akademis yang telah memberikan bimbingan kepada penulis. Ibu Dra. Saodah, M.Sc., Apt., Bapak Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt., dan Ibu Poppy Anjelisa Zaitun Hasibuan, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Kepada Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik selama perkuliahan serta Bapak kepala Laboratorium Obat Tradisional dan Ibu kepala Laboratorium Farmasetika Dasar yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama penulis melakukan penelitian.

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada terhingga kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta, H. Panjaitan dan D. Siagian, yang tiada hentinya berkorban dengan tulus ikhlas bagi kesuksesan penulis, juga kepada Abang dan Adik-adikku yang selalu setia memberi doa, dorongan, dan semangat, serta kepada Teman-teman farmasi, terkhusus STF 2008, yang telah memberi bantuan, dukungan dan motivasi selama penulis melakukan penelitian. Penulis menyadari skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu diharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaannya. Harapan saya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan kefarmasian.

Medan, Penulis

Oktober 2012

Ester Natalia Panjaitan NIM 081501071

FORMULASI SEDIAAN GEL DAN KRIM DARI EKSTRAK RIMPANG JAHE MERAH (Zingiber officinale Roscoe)

ABSTRAK

Jahe merah (Zingiber officinale Roscoe) merupakan salah satu dari temutemuan suku Zingiberaceae yang sudah digunakan sebagai obat secara turuntemurun karena mempunyai komponen volatile (minyak atsiri) dan non volatile (oleoresin) paling tinggi jika dibandingkan dengan jenis jahe yang lain yaitu kandungan minyak atsiri sekitar 2,58-3,90% dan oleoresin 3%. Rimpang jahe merah biasa digunakan sebagai obat masuk angin, gangguan pencernaan, sebagai analgesik, antipiretik, antiinflamasi, menurunkan kadar kolesterol, mencegah depresi, impotensi, dan lain-lain. Tahapan penelitian ini adalah pemeriksaan karakteristik simplisia, pembuatan ekstrak, pembuatan sediaan gel berbasis HMPC (Hidroksi Propil Metil Selulosa) dan krim menggunakan dasar vanishing cream dengan konsentrasi ekstrak rimpang jahe merah 2%, 4%, 6%, dan 8% pada kedua jenis sediaan, penentuan mutu fisik sediaan selama 12 minggu pada suhu kamar meliputi pemeriksaan stabilitas dan homogenitas, penentuan pH, viskositas (gel), dan tipe emulsi (krim), dan uji iritasi terhadap kulit sukarelawan, serta uji penilaian organoleptik sediaan dengan metode Hedonik menggunakan 20 panelis berdasarkan parameter aroma, sensasi di kulit, dan warna sediaan. Ekstrak diperoleh secara perkolasi dengan menggunakan pelarut etanol 96%, kemudian dipekatkan menggunakan rotary evaporator dan dikeringkan menggunakan freeze dryer sehingga diperoleh ekstrak kental. Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia diperoleh kadar air 7,96%, kadar sari larut air 21,78%, kadar sari larut etanol 10,43%, kadar abu total 3,42%, dan kadar abu tidak larut asam 1,32%. Hasil pemeriksaan stabilitas sediaan gel dan krim menunjukkan bahwa tidak ada terjadi perubahan konsistensi, warna, dan aroma kecuali pada sediaan gel 8% yang mengalami perubahan konsistensi yaitu pemisahan fase selama penyimpanan. Sediaan gel dan krim yang dihasilkan homogen dan mempunyai range pH 5,3-6,0 pada sediaan gel dan 6,7-7,1 pada sediaan krim. Sediaan gel mengalami penurunan viskositas selama penyimpanan. Sediaan krim yang dihasilkan memiliki tipe emulsi m/a. Pada uji iritasi, sediaan gel 6% dan 8% serta sediaan krim 8% dapat menyebabkan kulit kemerahan dan gatal-gatal. Hasil uji penilaian organoleptik menunjukkan bahwa sediaan gel 4% paling disukai oleh panelis berdasarkan parameter aroma, sensasi di kulit, dan warna sediaan.

Kata kunci: antiinflamasi, gel, jahe merah, krim

GEL AND CREAM FORMULATIONS OF RED GINGER EXTRACT (Zingiber officinale Roscoe)

ABSTRACT

Red ginger (Zingiber officinale Roscoe) is one of retrieval findings Zingiberaceae tribes that have been used as medicine for generations because it have volatile content and non volatile content are highest when compared to other types of ginger which is about 2.58 to 3.90% volatile content and 3% oleoresin. Red ginger rhizome is commonly used as a cure colds, indigestion, as an analgesic, antipyretic, anti-inflammatory, lower cholesterol, prevent depression, impotence, and others. Stages of this study is an examination of the characteristics of botanicals, extracts manufacturing, manufacturing-based gel preparation HMPC (Hydroxy Propyl Methyl Cellulose) and cream using vanishing cream base with red ginger rhizome extract concentrations of 2%, 4%, 6%, and 8% in both types of preparations, the determination of the physical quality of the preparation for 12 weeks at room temperature include checking the stability and homogeneity, the determination of pH, viscosity (gel), and the type of emulsion (cream), and irritation of the skin test volunteers, as well as organoleptic assessment test preparation hedonic method using 20 panelists parameters based on the smell, sensation in the skin, and the color of the preparation. The extract obtained by percolation using ethanol 96%, then concentrated using a rotary evaporator and dried using a freeze dryer to obtain viscous extract. The result of the characteristics of the crude gained 7.96% water content, water-soluble extract content of 21.78%, ethanol-soluble extract content 10,43%, total ash of 3.42% and acid insoluble ash content of 1.32%. The result of the stability of the gel and cream preparations showed no change consistency, color, and smell than the gel 8% gel preparations that are changing the consistency of the phase separation during storage. Gel and cream preparations produced homogeneous and has a pH range from 5.3 to 6.0 in the gel preparations and from 6.7 to 7.1 in cream preparations. The preparation gel viscosity decreased during storage. Preparations cream resulting emulsion has type m/a. In irritation test, gel preparation 6% and 8%, and 8% cream dosage may cause skin redness and itching. Organoleptic assessment test results showed that 4% gel preparations most preferred by the panelists based on parameters the smell, sensation in the skin, and the color of the preparation.

Key words: anti-inflammatory, gel, red ginger, cream

DAFTAR ISI

Halaman JUDUL......................................................................................................

i

HALAMAN JUDUL ................................................................................

ii

PENGESAHAN SKRIPSI ........................................................................

iii

KATA PENGANTAR ..............................................................................

iv

ABSTRAK ...............................................................................................

xi

ABSTRACT .............................................................................................

xii

DAFTAR ISI ............................................................................................

xiii

DAFTAR TABEL ....................................................................................

xii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................

xiii

BAB I

PENDAHULUAN ....................................................................

1

1.1 Latar Belakang ....................................................................

1

1.2 Perumusan Masalah ............................................................

4

1.3 Hipotesis .............................................................................

4

1.4 Tujuan Penelitian ................................................................

4

1.5 Manfaat Penelitian ..............................................................

5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................

6

2.1 Uraian Tumbuhan ...............................................................

6

2.1.1 Habitat dan daerah tumbuh ........................................

6

2.1.2 Morfologi tumbuhan ..................................................

6

2.1.3 Sistematika tumbuhan ................................................

7

2.1.4 Nama asing ................................................................

8

2.1.5 Kandungan kimia .......................................................

8

2.1.6 Kegunaan ...................................................................

9

2.1.7 Penggolongan tumbuhan ...........................................

9

2.2 Simplisia dan Ekstrak .........................................................

11

2.2.1 Simplisia ....................................................................

11

2.2.2 Ekstrak .......................................................................

11

2.3 Kulit ....................................................................................

13

2.3.1 Struktur kulit ..............................................................

13

2.3.2 Fungsi kulit ................................................................

14

2.4 Gel .......................................................................................

14

2.5 Hidroksi propil metil sellulosa (HPMC) .............................

17

2.6 Krim ....................................................................................

17

BAB III METODE PENELITIAN ..........................................................

19

3.1 Alat dan Bahan ....................................................................

19

3.1.1 Alat-alat ......................................................................

19

3.1.2 Bahan-bahan ..............................................................

19

3.2 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel ...............................

20

3.2.1 Pengumpulan sampel .................................................

20

3.2.2 Identifikasi sampel .....................................................

20

3.2.3 Pengolahan sampel .....................................................

20

3.3 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ..................................

21

3.3.1 Pemeriksaan makroskopik .........................................

21

3.3.2 Pemeriksaan mikroskopik ..........................................

21

3.3.3 Penetapan kadar air ....................................................

21

3.3.4 Penetapan kadar sari larut air .....................................

22

3.3.5 Penetapan kadar sari larut etanol ...............................

22

3.3.6 Penetapan kadar abu total ..........................................

23

3.3.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam ........................

23

3.4 Pembuatan Ekstrak ..............................................................

23

3.5 Pembuatan Sediaan .............................................................

24

3.5.1 Pembuatan sediaan gel ...............................................

24

3.5.1.1 Formulasi basis gel ........................................

24

3.5.1.2 Formulasi sediaan gel .....................................

25

3.5.2 Pembuatan sediaan krim ............................................

26

3.5.2.1 Formulasi dasar krim .....................................

26

3.5.2.2 Formulasi sediaan krim ..................................

27

3.6 Penentuan mutu fisik sediaan ..............................................

28

3.6.1 Pemeriksaan stabilitas sediaan ...................................

28

3.6.2 Pemeriksaan homogenitas sediaan .............................

28

3.6.3 Penentuan pH sediaan ................................................

28

3.6.4 Penentuan viskositas sediaan gel ...............................

29

3.6.5 Penentuan tipe emulsi sediaan krim ...........................

29

3.6.6 Uji iritasi terhadap kulit sukarelawan ........................

29

3.7 Uji penilaian organoleptik sediaan ......................................

30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................

32

4.1 Hasil Identifikasi Sampel ....................................................

32

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia ..............................................

32

4.2.1 Hasil pemeriksaan makroskopik ................................

32

4.2.2 Hasil pemeriksaan mikroskopik .................................

32

4.2.3 Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia ......

33

4.3 Hasil Ekstraksi Serbuk Simplisia ........................................

34

4.4 Hasil Pembuatan dan Penentuan Mutu Fisik Sediaan .........

34

4.4.1 Hasil pembuatan sediaan ............................................

34

4.4.2 Hasil penentuan mutu fisik sediaan ...........................

36

4.4.2.1 Hasil pemeriksaan stabilitas sediaan ..............

36

4.4.2.2 Hasil pemeriksaan homogenitas sediaan ........

38

4.4.2.3 Hasil penentuan pH sediaan ...........................

39

4.4.2.4 Hasil penentuan viskositas sediaan gel ..........

40

4.4.2.5 Hasil penentuan tipe emulsi sediaan krim .....

41

4.4.2.6 Hasil uji iritasi terhadap kulit sukarelawan ....

42

4.5 Hasil Uji Penilaian Organoleptik Sediaan Gel ....................

45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................

49

5.1 Kesimpulan .........................................................................

49

5.2 Saran ...................................................................................

49

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................

50

LAMPIRAN .............................................................................................

53

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

3.1

Rancangan formula sediaan gel ..................................................

25

3.2

Rancangan formula sediaan krim ...............................................

27

3.3

Skala numerik pada uji penilaian organoleptik sediaan gel ...................................................................................

31

4.1

Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia .......................

33

4.2

Hasil pengamatan sediaan gel secara visual saat sediaan selesai dibuat ..................................................................

34

Hasil pengamatan sediaan krim secara visual saat sediaan selesai dibuat ..................................................................

35

4.4

Hasil pemeriksaan stabilitas sediaan gel .....................................

36

4.5

Hasil pemeriksaan stabilitas sediaan krim ..................................

37

4.6

Hasil penentuan pH sediaan gel...................................................

39

4.7

Hasil penentuan pH sediaan krim ...............................................

39

4.8

Hasil penentuan viskositas sediaan gel .......................................

40

4.9

Hasil penentuan tipe emulsi sediaan ...........................................

41

4.10

Hasil uji iritasi sediaan gel terhadap kulit sukarelawan ..............

42

4.11

Hasil uji iritasi sediaan krim terhadap kulit sukarelawan ...........

43

4.12

Hasil uji penilaian organoleptik sediaan gel ...............................

46

4.13

Hasil uji penilaian organoleptik sediaan krim ............................

46

4.14

Hasil penentuan mutu fisik dan uji penilaian organoleptik sediaan ...................................................................

47

4.3

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Halaman

1.

Surat hasil identifikasi tumbuhan jahe merah .............................

53

2.

Gambar tumbuhan jahe merah ....................................................

54

3.

Gambar makroskopik rimpang jahe merah .................................

55

4.

Gambar simplisia dan serbuk simplisia rimpang jahe merah .....

56

5.

Hasil mikroskopik serbuk simplisia rimpang jahe merah dengan medium kloralhidrat ....................................

57

Hasil mikroskopik serbuk simplisia rimpang jahe merah dengan medium air suling ........................................

58

7.

Gambar alat yang digunakan ......................................................

59

8.

Bagan kerja pembuatan serbuk simplisia dan karakterisasi simplisia rimpang jahe merah ................................

60

9.

Bagan kerja pembuatan ekstrak rimpang jahe merah .................

61

10.

Bagan kerja pembuatan basis gel ................................................

62

11.

Bagan kerja pembuatan, penentuan mutu fisik, dan uji penilaian organoleptik sediaan gel .......................................

63

12.

Bagan kerja pembuatan dasar krim .............................................

64

13.

Bagan kerja pembuatan, penentuan mutu fisik, dan uji penilaian organoleptik sediaan krim ......................................

65

Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia rimpang jahe merah ......................................................................

66

Perhitungan penetapan kadar air serbuk simplisia rimpang jahe merah ....................................................................

67

Perhitungan penetapan kadar sari larut air serbuk simplisia rimpang jahe merah .....................................................

68

Perhitungan penetapan kadar sari larut etanol serbuk simplisia rimpang jahe merah .....................................................

69

6.

14.

15.

16.

17.

18.

Perhitungan penetapan kadar abu total serbuk simplisia rimpang jahe merah ....................................................................

70

Perhitungan penetapan kadar abu tidak larut asam serbuk simplisia rimpang jahe merah .........................................

71

20.

Gambar hasil sediaan gel ..............................................................

72

21.

Hasil pemeriksaan homogenitas sediaan gel ................................

73

22.

Contoh perhitungan nilai viskositas sediaan gel ...........................

74

23.

Gambar hasil sediaan krim ...........................................................

76

24.

Hasil pemeriksaan homogenitas sediaan krim ..............................

77

25.

Hasil penentuan tipe emulsi sediaan krim ....................................

78

26.

Format lembar informasi untuk sukarelawan ...............................

79

27.

Format surat pernyataan persetujuan ikut serta dalam penelitian (Inform consent) ...........................................................

80

Format uji penilaian organoleptik sediaan berdasarkan parameter aroma sediaan ..............................................................

81

Format uji penilaian organoleptik sediaan berdasarkan parameter sensasi di kulit ..............................................................

82

Format uji penilaain organoleptik sediaan berdasarkan parameter warna sediaan ...............................................................

83

Contoh perhitungan uji penilaian organoleptik sediaan gel berdasarkan parameter aroma sediaan ......................

84

Contoh perhitungan uji penilaian organoleptik sediaan gel berdasarkan parameter sensasi di kulit ......................

87

Contoh perhitungan uji penilaian organoleptik sediaan gel berdasarkan parameter warna sediaan .......................

89

Contoh perhitungan uji penilaian organoleptik sediaan krim berdasarkan parameter aroma sediaan .....................

91

Contoh perhitungan uji penilaian organoleptik sediaan krim berdasarkan parameter sensasi di kulit ....................

93

Contoh perhitungan uji penilaian organoleptik sediaan krim berdasarkan parameter warna sediaan .....................

95

19.

28.

29.

30.

31.

32.

33.

34.

35.

36.

FORMULASI SEDIAAN GEL DAN KRIM DARI EKSTRAK RIMPANG JAHE MERAH (Zingiber officinale Roscoe)

ABSTRAK

Jahe merah (Zingiber officinale Roscoe) merupakan salah satu dari temutemuan suku Zingiberaceae yang sudah digunakan sebagai obat secara turuntemurun karena mempunyai komponen volatile (minyak atsiri) dan non volatile (oleoresin) paling tinggi jika dibandingkan dengan jenis jahe yang lain yaitu kandungan minyak atsiri sekitar 2,58-3,90% dan oleoresin 3%. Rimpang jahe merah biasa digunakan sebagai obat masuk angin, gangguan pencernaan, sebagai analgesik, antipiretik, antiinflamasi, menurunkan kadar kolesterol, mencegah depresi, impotensi, dan lain-lain. Tahapan penelitian ini adalah pemeriksaan karakteristik simplisia, pembuatan ekstrak, pembuatan sediaan gel berbasis HMPC (Hidroksi Propil Metil Selulosa) dan krim menggunakan dasar vanishing cream dengan konsentrasi ekstrak rimpang jahe merah 2%, 4%, 6%, dan 8% pada kedua jenis sediaan, penentuan mutu fisik sediaan selama 12 minggu pada suhu kamar meliputi pemeriksaan stabilitas dan homogenitas, penentuan pH, viskositas (gel), dan tipe emulsi (krim), dan uji iritasi terhadap kulit sukarelawan, serta uji penilaian organoleptik sediaan dengan metode Hedonik menggunakan 20 panelis berdasarkan parameter aroma, sensasi di kulit, dan warna sediaan. Ekstrak diperoleh secara perkolasi dengan menggunakan pelarut etanol 96%, kemudian dipekatkan menggunakan rotary evaporator dan dikeringkan menggunakan freeze dryer sehingga diperoleh ekstrak kental. Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia diperoleh kadar air 7,96%, kadar sari larut air 21,78%, kadar sari larut etanol 10,43%, kadar abu total 3,42%, dan kadar abu tidak larut asam 1,32%. Hasil pemeriksaan stabilitas sediaan gel dan krim menunjukkan bahwa tidak ada terjadi perubahan konsistensi, warna, dan aroma kecuali pada sediaan gel 8% yang mengalami perubahan konsistensi yaitu pemisahan fase selama penyimpanan. Sediaan gel dan krim yang dihasilkan homogen dan mempunyai range pH 5,3-6,0 pada sediaan gel dan 6,7-7,1 pada sediaan krim. Sediaan gel mengalami penurunan viskositas selama penyimpanan. Sediaan krim yang dihasilkan memiliki tipe emulsi m/a. Pada uji iritasi, sediaan gel 6% dan 8% serta sediaan krim 8% dapat menyebabkan kulit kemerahan dan gatal-gatal. Hasil uji penilaian organoleptik menunjukkan bahwa sediaan gel 4% paling disukai oleh panelis berdasarkan parameter aroma, sensasi di kulit, dan warna sediaan.

Kata kunci: antiinflamasi, gel, jahe merah, krim

GEL AND CREAM FORMULATIONS OF RED GINGER EXTRACT (Zingiber officinale Roscoe)

ABSTRACT

Red ginger (Zingiber officinale Roscoe) is one of retrieval findings Zingiberaceae tribes that have been used as medicine for generations because it have volatile content and non volatile content are highest when compared to other types of ginger which is about 2.58 to 3.90% volatile content and 3% oleoresin. Red ginger rhizome is commonly used as a cure colds, indigestion, as an analgesic, antipyretic, anti-inflammatory, lower cholesterol, prevent depression, impotence, and others. Stages of this study is an examination of the characteristics of botanicals, extracts manufacturing, manufacturing-based gel preparation HMPC (Hydroxy Propyl Methyl Cellulose) and cream using vanishing cream base with red ginger rhizome extract concentrations of 2%, 4%, 6%, and 8% in both types of preparations, the determination of the physical quality of the preparation for 12 weeks at room temperature include checking the stability and homogeneity, the determination of pH, viscosity (gel), and the type of emulsion (cream), and irritation of the skin test volunteers, as well as organoleptic assessment test preparation hedonic method using 20 panelists parameters based on the smell, sensation in the skin, and the color of the preparation. The extract obtained by percolation using ethanol 96%, then concentrated using a rotary evaporator and dried using a freeze dryer to obtain viscous extract. The result of the characteristics of the crude gained 7.96% water content, water-soluble extract content of 21.78%, ethanol-soluble extract content 10,43%, total ash of 3.42% and acid insoluble ash content of 1.32%. The result of the stability of the gel and cream preparations showed no change consistency, color, and smell than the gel 8% gel preparations that are changing the consistency of the phase separation during storage. Gel and cream preparations produced homogeneous and has a pH range from 5.3 to 6.0 in the gel preparations and from 6.7 to 7.1 in cream preparations. The preparation gel viscosity decreased during storage. Preparations cream resulting emulsion has type m/a. In irritation test, gel preparation 6% and 8%, and 8% cream dosage may cause skin redness and itching. Organoleptic assessment test results showed that 4% gel preparations most preferred by the panelists based on parameters the smell, sensation in the skin, and the color of the preparation.

Key words: anti-inflammatory, gel, red ginger, cream

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia mengenal dan memakai tanaman berkhasiat obat menjadi salah satu upaya dalam penanggulangan masalah kesehatan yang dihadapi. Pengetahuan tentang tanaman obat ini merupakan warisan budaya bangsa berdasarkan pengalaman yang secara turun-temurun telah diwariskan oleh generasi terdahulu kepada generasi berikutnya sampai saat ini (Wijayakusuma, 1996). Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan modern yang semakin pesat dan canggih di zaman sekarang ini, ternyata tidak mampu menggeser atau mengesampingkan begitu saja obat tradisional, tetapi justru saling melengkapi. Hal ini terbukti dari banyaknya peminat pengobatan tradisional. Namun yang menjadi masalah dan kesulitan bagi para peminat obat tradisional adalah kurangnya pengetahuan dan informasi yang memadai mengenai berbagai jenis tumbuhan yang dipakai sebagai obat tradisional untuk pengobatan penyakit tertentu dan cara pemanfaatannya (Dalimartha, 2000). Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan juga mendukung pengobatan tradisional yang berkembang di Indonesia, terutama untuk mengantisipasi harga obat yang mahal. Untuk itu, telah terbit Surat Keputusan Menteri Kesehatan tentang pembentukan Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional (Sentra P3T) (Dalimartha, 2000). Salah satu tumbuhan berkhasiat obat diantaranya adalah rimpang dari tumbuhan jahe merah. Jahe merah (Zingiber officinale Roscoe) merupakan salah

satu dari temu-temuan suku Zingiberaceae yang berperan penting dalam berbagai aspek di masyarakat Indonesia. Rimpang jahe merah sudah digunakan sebagai obat secara turun-temurun karena mempunyai komponen volatile (minyak atsiri) dan non volatile (oleoresin) paling tinggi jika dibandingkan dengan jenis jahe yang lain yaitu kandungan minyak atsiri sekitar 2,58-3,90% dan oleoresin 3%. Rimpang jahe merah biasa digunakan sebagai obat masuk angin, gangguan pencernaan, sebagai analgesik, antipiretik, antiinflamasi, menurunkan kadar kolesterol, mencegah depresi, impotensi, dan lain-lain (Hapsoh, dkk., 2010). Contoh pemanfaatan rimpang jahe merah secara tradisional untuk pengobatan reumatik adalah rimpang secukupnya dibakar, kemudian dicuci bersih dan diparut, selanjutnya ditempelkan pada bagian yang sakit dan dilakukan secara teratur sampai sembuh, sedangkan untuk pengobatan pegal-pegal adalah rimpang sebesar ibu jari dibakar dan dibersihkan, kemudian direbus bersama dengan susu perah secukupnya, lalu diminum (Anonim b., 2008). Hasil uji preklinis terhadap mencit pada sebuah penelitian di tahun 2009 menunjukkan bahwa ekstrak rimpang jahe merah 4% pada sediaan topikal memberikan efek antiinflamasi yang hampir sama dengan antiinflamasi NSAID (Saida, 2009). Hasil penelitian Septiana, dkk., (2002) menunjukkan bahwa ekstrak air rimpang jahe merah mempunyai aktivitas antioksidan terhadap asam linoleat dengan menghambat pembentukan malonaldehida. Beberapa hasil penelitian menujukkan kemampuan jahe mencegah kanker, diantaranya ekstrak etanol jahe merah dengan konsentrasi 0,2-1 mg/ml dapat menghambat pertumbuhan sel tumor pada manusia dan hamster secara in-vitro (Unnikrishnan and Kuttan, 1988). Pada penelitian ini, ekstrak rimpang jahe merah diformulasi menjadi 2 jenis sediaan topikal, yaitu sediaan gel berbasis HPMC dan sediaan krim

menggunakan dasar vanishing cream. Sediaan gel mempunyai keuntungan diantaranya tidak lengket, mudah mengering dan membentuk lapisan film sehingga mudah dicuci. HPMC dapat menghasilkan gel yang netral, jernih, tidak berwarna, stabil pada pH 3-11, mempunyai resistensi yang baik terhadap serangan mikroba serta memberikan kekuatan film yang baik bila mengering pada kulit (Suardi, dkk., 2008). Dasar vanishing cream yang digunakan umumnya adalah krim dengan tipe emulsi minyak dalam air yang berarti mengandung air dalam persentasi yang besar sehingga mudah tercuci. Setelah pemakaian krim, air akan menguap meninggalkan sisa berupa selaput tipis asam stearat (Ansel, 1989). Selain mudah tercuci, krim tipe m/a tidak meninggalkan bekas di kulit dan menimbulkan rasa nyaman karena menghasilkan sensasi dingin setelah air menguap pada daerah yang digunakan (Lachman, dkk., 1994). Berdasarkan uraian di atas, penulis melakukan penelitian untuk mengetahui karakteristik simplisia rimpang jahe merah, pembuatan ekstrak, pembuatan sediaan gel berbasis HPMC dan sediaan krim menggunakan dasar vanishing creram dengan konsentrasi ekstrak 2%, 4%, 6%, dan 8%, penentuan mutu fisik sediaan selama 12 minggu pada suhu kamar meliputi pemeriksaan stabilitas dan homogenitas, penentuan pH, viskositas (gel), dan tipe emulsi (krim), dan uji iritasi terhadap kulit sukarelawan, serta uji penilaian organoleptik sediaan dengan metode Hedonik menggunakan 20 panelis berdasarkan parameter aroma, sensasi di kulit, dan warna sediaan sehingga akan diketahui formula sediaan mana yang paling baik berdasarkan mutu fisik dan uji penilaian organoleptik sediaan.

1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah pada penilitian ini adalah: a. Bagaimana

karakteristik

simplisia

rimpang

jahe

merah

jika

dapat

dibandingkan dengan yang terdapat pada Materia Medika Indonesia (MMI)? b. Apakah ekstrak rimpang jahe merah dapat diformulasi menjadi sediaan gel dan krim? c. Apakah dapat ditentukan formula sediaan yang paling baik berdasarkan mutu fisik dan uji penilaian organoleptik sediaan?

1.3 Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis pada penilitian ini adalah: a. Hasil karakterisasi simplisia rimpang jahe merah memenuhi syarat karakterisasi yang tertera pada MMI. b. Ekstrak rimpang jahe merah dapat diformulasi menjadi sediaan gel dan krim. c. Formula sediaan yang paling baik berdasarkan mutu fisik dan uji penilaian organoleptik sediaan dapat ditentukan.

1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penilitian ini adalah untuk mengetahui: a. Karakterisasi simplisia rimpang jahe merah. b. Bagaimana cara pembuatan sediaan gel dan krim dari ekstrak rimpang jahe merah.

c. Formula sediaan yang paling baik berdasarkan mutu fisik dan uji penilaian organoleptik sediaan.

1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh pada penelitian ini adalah untuk pengembangan obat tradisional khususnya memberikan informasi mengenai pemanfaatan rimpang jahe merah dalam formulasi sediaan gel dan krim sebagai antiinflamasi bagi masyarakat sehingga penggunaannya menjadi lebih praktis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan Uraian tumbuhan meliputi habitat dan daerah tumbuh, morfologi tumbuhan, sistematika tumbuhan, nama asing, kandungan kimia dan kegunaan tumbuhan. 2.1.1 Habitat dan daerah tumbuh Jahe merah merupakan tanaman obat dan rempah berupa tumbuhan rumpun berbatang semu yang berasal dari India sampai Cina dan tersebar di daerah tropis seperti benua Asia dan Kepulauan Pasifik (Hasanah, dkk., 2004). Tanaman ini dapat tumbuh sampai pada ketinggian 900 m dari permukaan laut, tetapi akan lebih baik tumbuhnya pada ketinggian 200-600 m dari permukaan laut (Paiman, 1991). Daerah utama produsen jahe merah di Indonesia adalah Jawa Barat (Sukabumi, Sumedang, Majalengka, Cianjur, Garut, Ciamis, dan Subang), Banten (Lebak dan Pandeglang), Jawa Tengah (Magelang, Boyolali, Salatiga), Jawa Timur (Malang Probolinggo, Pacitan), Sumatera Utara (Simalungun), Bengkulu, dan lain-lain (Hasanah, dkk., 2004). 2.1.2 Morfologi tumbuhan Tanaman jahe merah tergolong terna, berbatang semu, beralur, tinggi sekitar 30-60 cm. Rimpangnya bercabang-cabang, agak melebar, bagian dalamnya berwarna kuning muda dengan ujung merah muda. Rimpang jahe berkulit agak tebal, berwarna coklat, membungkus daging umbi yang berserat, beraroma khas, dan rasanya pedas menyegarkan (Matondang, 2006).

Bentuk daun bulat panjang dan tidak lebar. Berdaun tunggal, berbentuk lanset dengan panjang 15-23 mm, lebar 8-15 mm; tangkai daun berbulu, panjang 2-4 mm; bentuk lidah daun memanjang, panjang 7,5-10 mm, dan tidak berbulu. Perbungaan berupa malai tersembul di permukaan tanah, berbentuk tongkat atau bundar telur yang sempit, 2,75-3 kali lebarnya; panjang malai 3,5-5 cm, lebar 1,51,75 cm; gagang bunga hampir tidak berbulu, panjang 25 cm; sisik pada gagang terdapat 5-7 buah, berbentuk lanset, letaknya berdekatan atau rapat, panjang sisik 3-5 cm. Bunga memiliki 2 kelamin dengan 1 benang sari dan 3 putik bunga daun pelindung, bundar pada ujungnya, tidak berbulu, berwarna hijau cerah, panjang 2,5 cm, lebar 1-1,75 cm; mahkota bunga berbentuk tabung 2-2,5 cm, helainya agak sempit, berbentuk tajam, berwarna kuning kehijauan, panjang 1,5-2,5 mm, lebar 3-3,5 mm, bibir berwarna ungu, gelap berbintik-bintik berwarna putih kekuningan, panjang 12-15 mm; kepala sari berwarna ungu, panjang 9 mm; tangkai putik ada 2 (Hapsoh, dkk., 2008). 2.1.3 Sistematika tumbuhan Sistematika tanaman jahe merah menurut Tjitrosupomo (1991) adalah sebagai berikut: Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi

: Angiospermae

Kelas

: Monocotyledonae

Ordo

: Zingiberales

Famili

: Zingiberaceae

Marga

: Zingiberis

Spesies

: Zingiber officinale Roscoe

Varietas

: Zingiber officinale Roscoe var. amarum

2.1.4 Nama Asing Nama asing tanaman jahe merah adalah halia, haliya padi, haliya udang (Malaysia); luya, allam (Filipina); adu, ale, ada (India); sanyabil (Arab); chiang p’I, khan ciang, kiang, sheng chiang (Cina); gember (Belanda); ginger (Inggris); gingembre, herbe au giingimbre (Perancis) (Hapsoh, dkk., 2008). 2.1.5 Kandungan kimia Komposisi kimia jahe merah terdiri dari minyak atsiri 2-4% yang menyebabkan bau harum, dimana komponen utamanya adalah zingiberen (35%), kurkumin (18%), farnesene (10%), serta bisabolene dan b-sesquiphellandrene dalam jumlah kecil, 40 hidrokarbon monoterpenoid yang berbeda seperti 1,8cineole, linalool, borneol, neral, dan geraniol. Di samping itu, rimpang jahe merah juga mengandung lemak, lilin, karbohidrat, vitamin A, B, dan C, mineral senyawa-senyawa flavonoid, enzim proteolitik yang disebut zingibain, kamfena, limonene, sineol, zingiberal, gingerin, kavikol, zingiberin, zingiberol, minyak damar, pati, asam malat, asam oksalat (Govindarajan, 1982). Rimpang jahe merah juga mengandung minyak tidak menguap yaitu oleoresin sampai 3%, merupakan senyawa fenol dengan rantai karbon samping yang terdiri dari tujuh atau lebih atom karbon. Komponen ini merupakan pembentuk rasa pedas yang tidak menguap pada jahe. Komponen dalam oleoresin jahe terdiri atas gingerol, gingerdiols, gingerdiones, dihidrogingerdiones, shagaol, paradols, dan zingerone (Govindarajan, 1982). 2.1.6 Kegunaan Rimpang jahe merah biasa digunakan sebagai obat masuk angin, obat gosok pada pengobatan penyakit encok dan sakit kepala, bahan obat, bumbu masak, penghangat tubuh, menghilangkan flu, mengatasi keracunan, gangguan

pencernaan, sebagai antioksidan, antitusif, analgesik, antipiretik, antiinflamasi, menurunkan kadar kolesterol, mencegah depresi, impotensi, dan lain-lain (Hapsoh, dkk., 2010). 2.1.7 Penggolongan tumbuhan Berdasarkan ukuran, bentuk, dan warna rimpangnya dikenal 3 jenis jahe, yaitu jahe putih/kuning besar atau sering disebut jahe gajah, jahe putih kecil/jahe emprit, dan jahe merah. Berikut dijelaskan gambaran umum ketiga jenis jahe tersebut. a. Jahe putih/kuning besar/jahe gajah/jahe badak (Zingiber officinale var. officinale) Batang berbentuk bulat, hijau muda, diselubungi pelepah daun sehingga agak keras. Tinggi tanaman 55,88-88,38 cm. Daun tersusun berselang-seling dan teratur, permukaan daun bagian atas hijau muda jika dibandingkan dengan bagian bawah. Ukuran daun yaitu panjang 17,42-21,99 cm, lebar 2,00-2,45 cm, lebar tajuk 41,05-53,81 cm dan jumlahnya dalam satu tanaman mencapai 25-31 lembar. Ukuran rimpangnya lebih besar dan gemuk, ruas rimpang lebih menggembung jika dibandingkan jenis jahe lainnya. Jika diiris rimpang berwarna putih kekuningan. Berat rimpang 0,18-1,04 kg dengan panjang 15,8332,75 cm. Jenis jahe ini bisa dikonsumsi baik saat berumur muda maupun berumur tua, baik sebagai jahe segar maupun jahe olahan. Rimpang memiliki aroma yang kurang tajam dan rasanya kurang pedas. Kandungan minyak atsiri 0,82-1,66%, kadar pati 55,10%, dan kadar serat 6,89%. Jahe gajah diperdagangkan sebagai rimpang segar setelah dipanen pada umur 8-9 bulan. Rimpang tua ini padat berisi. Ukuran rimpangnya 150-200 gram/rumpun.

Ruasnya utuh, daging rimpangnya cerah, bebas luka dan bersih dari batang semu dan akar. b. Jahe putih/kuning kecil/jahe sunti/jahe emprit (Zingiber officinale var. rubrum) Memiliki rimpang dengan bobot 0,5-0,7 kg/rumpun. Struktur rimpang kecil-kecil dan berlapis, berwarna putih kekuningan, dengan tinggi rimpangnya 11 cm, panjang 6-30 cm, dan diameter 3,27-4,05 cm. Ruasnya kecil, agak rata sampai agak sedikit menggembung. Jahe ini selalu dipanen setelah berumur tua. Tinggi tanaman sekitar 40-60 cm, sedikit lebih pendek dari jahe besar. Bentuk batang bulat, hijau muda, hampir sama dengan jahe besar, hanya lebih ramping dan jumlahnya lebih banyak. Daunnya berselang-seling dengan teratur, hijau muda, dan berbentuk lancet. Jumlah daun dalam satu batang 20-30 helai, panjang daun 20 cm dengan lebar daun 25 cm. Kandungan minyak atsiri 1,5-3,5%, kadar pati 54,70%, dan kadar serat 6,59%. Kandungan minyak atsirinya lebih besar daripada jahe gajah, sehingga rasanya lebih pedas, di samping seratnya tinggi. c. Jahe merah atau jahe sunti (Zingiber officinale var. amarum) Memiliki rimpang dengan bobot 0,5-0,7 kg/rumpun. Struktur rimpang kecil berlapis-lapis, daging rimpang merah jingga sampai merah, ukuran lebih kecil dari jahe kecil. Diameter rimpang 4 cm, tinggi 5,26-10,40 cm, dan panjang 12,50 cm. Jahe merah selalu dipanen setelah tua, dan juga memiliki kandungan minyak atsiri yang paling tinggi dibandingkan dengan jahe jenis lain sehingga cocok untuk ramuan obat-obatan. Daun terletak berselang-seling teratur, lancet, dan berwarna hijau muda hingga hijau tua. Panjang daun 25 cm dan lebar 27-31 cm. Kandungan minyak

atsiri 2,58-3,90%, dan kadar pati 44,99%. Jahe merah memiliki kegunaan yang paling banyak jika dibandingkan jenis jahe yang lain. Jahe ini merupakan bahan penting dalam industri jamu tradisional (Hapsoh, dkk., 2008).

2.2 Simplisia dan Ekstrak 2.2.1 Simplisia Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan (Depkes, 2000). 2.2.2 Ekstrak Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes, 2000). Pembuatan sediaan ekstrak dimaksudkan agar zat berkhasiat yang terdapat di simplisia terdapat dalam bentuk yang mempunyai kadar yang tinggi dan hal ini memudahkan zat berkhasiat dapat diatur dosisnya (Anief, 2000). Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut cair yang sesuai. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain.

Dengan

diketahuinya

senyawa

aktif

yang

dikandung

simplisia

akan

mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Depkes, 2000). Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan dalam berbagai penelitian antara lain yaitu: a. Cara dingin 1. Maserasi, adalah proses pengekstraksi simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya. 2. Perkolasi, adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umunya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali. b. Cara Panas 1. Refluks adalah ektraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umunya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

2. Soxhlet, adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. 3. Digesti, adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC. 4. Infus, adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98oC) selama waktu tertentu (15-20 menit). 5. Dekok, adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30 oC) dan temperatur sampai titik didih air.

2.3 Kulit Kulit merupakan suatu organ besar yang berlapis-lapis, menutupi permukaan lebih dari 20.000 cm2 yang mempunyai bermacam-macam fungsi dan kegunaan. Merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, melindungi seluruh permukaan tubuh dan mempunyai berat 5% dari total berat badan (Lachman, dkk., 1994). 2.3.1 Struktur kulit Secara anatomi, kulit terdiri dari banyak lapisan jaringan, tetapi pada umumnya kulit dibagi dalam tiga lapisan jaringan yaitu: epidermis, dermis dan hipodermis (Lachman, dkk., 1994). Lapisan Eidermis Epidermis merupakan bagian terluar yang dibentuk oleh epitelium dan terdiri dari sejumlah lapisan sel yang disusun atas dua lapisan yang jelas tampak,

yaitu selapis lapisan tanduk dan selapis zona germinalis. Pada epidermis tidak ditemukan pembuluh darah, sehingga nutrisi diperoleh dari transudasi cairan pada dermis karena banyaknya jaringan kapiler pada papila (Lachman, dkk., 1994; Junqueira dan Kelley, 1997). Lapisan Dermis Dermis atau korium tersusun atas jaringan fibrus dan jaringan ikat yang elastik. Pada permukaan dermis tersusun papila-papila kecil yang berisi pembuluh darah kapiler. Tebal lapisan dermis kira-kira 0,3-1,0 mm. Dermis merupakan jaringan penyangga berserat yang berperan sebagai pemberi nutrisi pada epidermis (Lachman, dkk., 1994; Junqueira dan Kelley, 1997). Hipodermis Hipodermis yaitu bukan merupakan bagian dari kulit, tetapi batasnya tidak jelas. Kedalaman dari hipodermis akan mengatur kerutan-kerutan dari kulit (Lachman, dkk., 1994; Junqueira dan Kelley, 1997). 2.3.2 Fungsi kulit Kulit menutupi dan melindungi permukaan tubuh dan bersambung dengan selaput lendir yang melapisi rongga-rongga dan lubang-lubang masuk. Kulit mempunyai banyak fungsi yaitu di dalamnya terdapat ujung saraf peraba, membantu mengatur suhu dan mengendalikan hilangnya air dari tubuh, juga mempunyai sedikit kemampuan ekstori, sekretori dan absorbsi (Pearce, 2004).

2.4 Gel Gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih, tembus cahaya dan mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid mempunyai kekuatan yang disebabkan oleh jaringan yang saling berikatan pada fase

terdispersi (Ansel, 1989). Zat-zat pembentuk gel digunakan sebagai pengikat dalam granulasi, koloid pelindung dalam suspensi, pengental untuk sediaan oral dan sebagai basis supositoria. Secara luas sediaan gel banyak digunakan pada produk obat-obatan, kosmetik dan makanan juga pada beberapa proses industri (Herdiana, 2007). Makromolekul pada sediaan gel disebarkan keseluruh cairan sampai tidak terlihat ada batas diantaranya, disebut dengan gel satu fase. Jika masa gel terdiri dari

kelompok-kelompok

partikel

kecil

yang

berbeda,

maka

gel

ini

dikelompokkan dalam sistem dua fase (Ansel, 1989). Polimer-polimer yang biasa digunakan untuk membuat gel-gel farmasetik meliputi gom alam tragakan, pektin, karagen, agar, asam alginat, serta bahan-bahan sintetis dan semisintetis seperti metil selulosa, hidroksietilselulosa, karboksimetilselulosa, dan karbopol yang merupakan polimer vinil sintetis dengan gugus karboksil yang terionisasi. Gel dibuat dengan proses peleburan, atau diperlukan suatu prosedur khusus berkenaan dengan sifat mengembang dari gel (Lachman, dkk., 1994). Dasar gel yang umum digunakan adalah gel hidrofobik dan gel hidrofilik. 1. Dasar gel hidrofobik Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel anorganik, bila ditambahkan ke dalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali interaksi antara kedua fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak secara spontan menyebar, tetapi harus dirangsang dengan prosedur yang khusus (Ansel, 1989). 2. Dasar gel hidrofilik Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri dari molekul-molekul organik yang besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase pendispersi.

Istilah hidrofilik berarti suka pada air. Umumnya daya tarik menarik pada pelarut dari bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari tidak adanya daya tarik menarik dari bahan hidrofobik. Sistem koloid hidrofilik biasanya lebih mudah untuk dibuat dan memiliki stabilitas yang lebih besar (Ansel, 1989). Gel hidrofilik umumnya mengandung komponen bahan pengembang, air, humektan dan bahan pengawet (Voigt, 1994). Keuntungan sediaan gel : Beberapa keuntungan sediaan gel (Voigt, 1994) adalah sebagai berikut: - kemampuan penyebarannya baik pada kulit - efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit - tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis - kemudahan pencuciannya dengan air yang baik - pelepasan obatnya baik Tingginya kandungan air dalam sediaan gel dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi mikrobial, yang secara efektif dapat dihindari dengan penambahan bahan pengawet. Untuk upaya stabilisasi dari segi mikrobial di samping penggunaan bahan-bahan pengawet seperti dalam balsam, khususnya untuk basis ini sangat cocok pemakaian metil dan propil paraben yang umumnya disatukan dalam bentuk larutan pengawet. Upaya lain yang diperlukan adalah perlindungan terhadap penguapan yaitu untuk menghindari masalah pengeringan. Oleh karena itu untuk menyimpannya lebih baik menggunakan tube. Pengisian ke dalam botol, meskipun telah tertutup baik tetap tidak menjamin perlindungan yang memuaskan (Voigt, 1994).

2.5 Hidroksi propil metil selulosa (HPMC) HPMC merupakan turunan dari metilselulosa yang memiliki ciri-ciri serbuk atau butiran putih, tidak memiliki bau dan rasa. Sangat sukar larut dalam eter, etanol atau aseton. Dapat mudah larut dalam air panas dan akan segera menggumpal dan membentuk koloid. Mampu menjaga penguapan air sehingga secara luas banyak digunakan dalam aplikasi produk kosmetik dan aplikasi lainnya (Rowe, dkk., 2005; Anonim a., 2006). HPMC digunakan sebagai agen pengemulsi, agen pengsuspensi, dan sebagai agen penstabil pada sediaan topikal seperti gel dan salep. Sebagai koloid pelindung yaitu dapat mencegah tetesan air dan partikel dari penggabungan atau aglomerasi, sehingga menghambat pembentukan sedimen (Rowe, et al., 2005). Metode melarutkan HPMC sebagai berikut (Anonim, 2006): 1) Sediakan air panas 2) Tambahkan air panas lebih dari 80oC sebanyak 1/3 atau 2/3 kali dari jumlah HPMC, sebab HPMC mudah larut dalam air panas dan HPMC di sebar merata pada permukaan air panas. Tambahkan sisa air dingin, aduk dan dinginkan campuran. 3) Tambahkan pelarut organik seperti etanol, propilen glikol atau minyak sebagai peningkat kelarutan, lalu tambahkan air dapat menyebabkan HPMC benar-benar larut.

2.6 Krim Krim adalah bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam dasar krim yang dimaksudkan untuk obat luar. Sediaan ini memiliki konsistensi relatif cair

yang diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak (A/M) atau minyak dalam air (M/A). Tipe A/M mudah kering dan rusak. Kandungan air dalam krim tidak kurang dari 60%. Zat pengemulsi hampir sama dengan emulgator. Pemilihan surfaktan berdasarkan jenis dan sifat krim yang dikehendaki. Contoh zat pengemulsi adalah: -

Surfaktan anion, kation, dan non anion

-

TEA dan asam stearat (tipe M/A)

-

Gol. Sorbitan

-

Poliglikol

-

Sabun

-

Adeps lanae untuk krim tipe A/M

-

Setil alkohol

-

Cetaceum dan emulgid Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting

agar emulsi stabil. Emulgator dapat bekerja dengan membentuk film (lapisan) di sekeliling tetesan yang terdispersi dan film ini berfungsi agar mencegah terjadinya koalesen dan terpisahnya cairan dispers sebagai fase terpisah (Anief, 2000). Vanishing cream adalah dasar krim dengan tujuan pengobatan kulit, maupun kosmetika. Kandungan asam stearat yang berlebihan dan merupakan lapisan film asam stearat yang tinggal pada kulit bila krim digunakan dan airnya akan menguap (Anief, 1994).

BAB III METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini dilakukan secara ekperimental berdasarkan rancangan acak lengkap, yang meliputi pengumpulan, identifikasi, pengolahan sampel, karakterisasi simplisia, pembuatan ekstrak, pembuatan dan penentuan mutu fisik sediaan, serta uji penilaian organoleptik sediaan. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Obat Tradisional dan Laboratorium Farmasetika Dasar, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat-alat Alat alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas laboratorium, blender (Panasonic), desikator, freeze dryer (Edward), mikroskop (Olimpus), mortir dan stamfer, neraca kasar (Home Line), neraca listrik (Vibra AJ), oven listrik (Memmert), penangas air, perkolator, pH meter (HANNA), rotary evaporator (Stuart), seperangkat alat destilasi, stopwatch (Samsung), tanur (Nabertherm), dan viskosimeter bola jatuh (Haake 597 G. B.). 3.1.2 Bahan-bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan tumbuhan dan bahan kimia. Bahan tumbuhan yang digunakan adalah rimpang jahe merah (Zingiber officinale Roscoe) yang tua dan segar. Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah air suling, asam klorida encer, asam stearat, etanol teknis (hasil destilasi), gliserin, HPMC, kloralhidrat, kloroform, larutan

dapar pH 4,01 dan 7,01, metilen biru, metil paraben, natrium biborat, propilen glikol, TEA, dan toluena.

3.2 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel 3.2.1 Pengumpulan sampel Pengambilan

sampel

dilakukan

secara

purposif,

yaitu

tanpa

membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel yang digunakan adalah rimpang jahe merah yang tua dan segar, yang diperoleh dari Pasar Pancur Batu di Jl. Let. Jend. Jamin Ginting No. 18, Km 12, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Gambar tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 55. 3.2.2 Identifikasi sampel Identifikasi sampel dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bogor. Hasil identifikasi dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 54. 3.2.3 Pengolahan sampel Rimpang jahe merah yang tua dan segar dibersihkan dari kotoran yang melekat kemudian dicuci dengan air mengalir hingga bersih dengan bantuan sikat pembersih, ditiriskan, disortasi, kemudian ditimbang dan dicatat sebagai berat basah. Selanjutnya diiris dengan ketebalan 1-3 mm, kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan di udara terbuka yang terlindung dari sinar matahari langsung. Sampel yang telah dianggap kering diserbuk dengan menggunakan blender dan ditimbang berat serbuk simplisianya sebagai berat kering. Bagan kerja dapat dilihat pada Lampiran 8 halaman 61.

3.3 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu total, dan kadar abu tidak larut asam (Depkes, 1995; WHO, 1992). Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia dapat dilihat pada Lampiran 14 halaman 67. 3.3.1 Pemeriksaan makroskopik Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati morfologi simplisia rimpang jahe merah dengan cara memperhatikan warna, bentuk, dan tekstur sampel. 3.3.2 Pemeriksaan mikroskopik Pemeriksaan mikroskopik terhadap serbuk simplisia rimpang jahe merah dilakukan dengan cara menaburkan serbuk simplisia di atas kaca objek yang telah diteteskan dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup kemudian dilihat di bawah mikroskop. Dilakukan juga pemeriksaan mikroskopik menggunakan air suling sebagai pengganti kloralhidrat. Hasil mikroskopik dapat dilihat pada Lampiran 5-6 halaman 58-59. 3.3.3 Penetapan kadar air Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen). Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung penyambung, dan tabung penerima 10 ml. a. Penjenuhan toluena Sebanyak 200 ml toluena dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama 2

jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. b. Penetapan kadar air simplisia Kemudian ke dalam labu tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1992). 3.3.4 Penetapan kadar sari larut air Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling 1000 ml) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 ml filtrat sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes, 1995). 3.3.5 Penetapan kadar sari larut etanol Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah dikeringkan dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali

selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring, 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara dan sisanya dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes, 1995). 3.3.6 Penetapan kadar abu total Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu 600oC selama 3 jam. Kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes, 1995). 3.3.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam Abu yang telah diperoleh dalam penetapan abu didinginkan dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring dengan kertas masir atau kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bobot yang dikeringkan di udara (Depkes, 1995).

3.4 Pembuatan Ekstrak Pembuatan ekstrak rimpang jahe merah dilakukan secara perkolasi menggunakan etanol 96%. Cara kerja: sebanyak 400 g serbuk simplisia dibasahi dengan etanol 96% dan dibiarkan selama 3 jam. Kemudian dimasukkan ke dalam alat perkolator, lalu

dituang cairan penyari etanol sampai semua simplisia terendam dan terdapat selapis cairan penyari di atasnya, mulut tabung perkolator ditutup dan dibiarkan selama 24 jam, kemudian kran dibuka dan dibiarkan tetesan ekstrak mengalir dengan kecepatan perkolat diatur 1 ml/menit, perkolat ditampung. Perkolasi dihentikan bila 500 mg perkolat terakhir diuapkan tidak meninggalkan sisa. Perkolat yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan alat rotary evaporator pada suhu ± 40oC sampai diperoleh ekstrak kental kemudian dikeringkan menggunakan freeze dryer (-40oC) (Ditjen POM, 1979). Bagan ekstraksi dapat dilihat pada Lampiran 9 halaman 45.

3.5 Pembuatan Sediaan 3.5.1 Pembuatan sediaan gel 3.5.1.1 Formulasi basis gel Sediaan gel dibuat dengan menggunakan basis gel berdasarkan formula menurut Suardi, dkk., (2008), yaitu: R/

HPMC

3,5

Propilen glikol

15

Metil paraben

0,18

Air suling ad

100

Setelah dilakukan orientasi basis gel dengan variasi persentasi HPMC sebesar 2,5%, 2,75%, 3%, dan 3,5%, maka ditetapkan bahwa formula basis gel yang akan digunakan adalah formula dengan persentasi HPMC sebesar 3% karena dinilai mempunyai daya alir yang paling diinginkan dalam pembuatan sediaan gel ini maka formula basis gel yang digunakan adalah:

R/

HPMC

3

Propilen glikol

12,86

Metil paraben

0,18

Air suling ad

100

Cara pembuatan: air suling sebanyak 20 kali berat HPMC dipanaskan hingga mendidih, kemudian diangkat dan HPMC dikembangkan di dalamnya selama 15 menit, setelah kembang ditambahkan metil paraben yang telah dilarutkan di dalam air suling panas. Ditambahkan propilen glikol sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen, lalu ditambahkan sisa air suling yang dibutuhkan. Bagan kerja pembuatan basis gel dapat dilihat di Lampiran 10 halaman 63. 3.5.1.2 Formulasi sediaan gel Rancangan formula sediaan gel yang mengandung ekstrak rimpang jahe, yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut ini: Tabel 3.1 Rancangan formula sediaan gel Bahan Ekstrak (g) Basis gel ad (g)

G1 -

G2 2

Sediaan gel G3 4

100

100

100

G4 6

G5 8

100

100

Keterangan: G1: basis gel tanpa ekstrak rimpang jahe merah (blanko) G2: sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 2% G3: sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 4% G4: sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 6% G5: sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 8% Cara pembuatan: ditimbang ekstrak rimpang jahe merah 2 g, dimasukkan ke dalam lumpang, diteteskan dengan beberapa tetes pelarut etanol 96% kemudian digerus. Ditambahkan basis gel sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen dan terakhir cukupkan hingga mencapai 100 g sediaan gel. Perlakuan

yang sama dilakukan untuk membuat sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 4%, 6%, dan 8%. Bagan kerja pembuatan sediaan gel dapat dilihat pada Lampiran 11 halaman 64. 3.5.2 Pembuatan sediaan krim 3.5.2.1 Formulasi dasar krim Sediaan krim yang digunakan adalah krim dengan tipe minyak dalam air dan dibuat berdasarkan formula standar vanishing cream (FMS, 1971), yaitu: R/ Asam stearat

142

Gliserin

100

Natrium biborat

2,5

Trietanolamin

10

Air suling

750

Nipagin

q.s.

Cara pembuatan: ditimbang semua bahan yang diperlukan. Bahan yang terdapat dalam formula dipisahkan menjadi 2 kelompok, yaitu fase minyak dan fase air. Fase minyak yaitu asam stearat dilebur di atas penangas air dengan suhu 70-75°C, sedangkan fase air yaitu TEA, gliserin, dan metil paraben, dilarutkan dalam air suling panas. Kemudian fase minyak dipindahkan ke dalam lumpang panas. Fase air ditambahkan secara perlahan-lahan ke dalam fase minyak dengan pengadukan yang konstan sampai diperoleh massa krim. Bagan kerja pembuatan dasar krim dapat dilihat di Lampiran 12 halaman 65. Ada 5 formula sediaan krim yang akan dibuat dengan masing-masing berat sediaan yaitu 100 g. Oleh karena itu, dibutuhkan sekitar 500 g dasar krim untuk membuat semua formula sediaan dalam penelitian ini, maka formula dasar krim yang akan digunakan adalah sebagai berikut:

R/ Asam stearat

71

Gliserin

50

Natrium biborat

1,25

Trietanolamin

5

Air suling

375

Nipagin

0,5

3.5.2.2 Formulasi sediaan krim Rancangan formula sediaan krim yang mengandung ekstrak rimpang jahe, yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut ini: Tabel 3.2 Rancangan formula sediaan krim

Bahan

Sediaan krim K1

K2

K3

K4

K5

Ekstrak (g)

-

2

4

6

8

Dasar krim ad (g)

100

100

100

100

100

Keterangan: K1: dasar krim tanpa ekstrak rimpang jahe merah (blanko) K2: sediaan krim dengan ekstrak rimpang jahe merah 2% K3: sediaan krim dengan ekstrak rimpang jahe merah 4% K4: sediaan krim dengan ekstrak rimpang jahe merah 6% K5: sediaan krim dengan ekstrak rimpang jahe merah 8% Cara pembuatan: ditimbang ekstrak rimpang jahe merah 2 g, dimasukkan ke dalam lumpang, diteteskan dengan beberapa tetes pelarut etanol 96% kemudian digerus. Ditambahkan dasar krim sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen dan terakhir cukupkan hingga mencapai 100 g sediaan krim. Perlakuan yang sama dilakukan untuk membuat sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 4%, 6%, dan 8%. Bagan kerja pembuatan sediaan krim dapat dilihat di Lampiran 13 halaman 66.

3.6 Penentuan Mutu Fisik Sediaan Penentuan mutu fisik sediaan dilakukan terhadap sediaan gel dan krim, meliputi pemeriksaan stabilitas dan homogenitas, penentuan pH, viskositas (gel), dan tipe emulsi (krim) dan uji iritasi terhadap kulit sukarelawan. 3.6.1 Pemeriksaan stabilitas sediaan Sebanyak 70 g dari masing-masing formula sediaan dimasukkan ke dalam pot plastik. Selanjutnya dilakukan pengamatan berupa perubahan konsistensi, warna, dan aroma pada saat sediaan selesai dibuat serta dalam penyimpanan selama 12 minggu pada suhu kamar (Ansel, 1989). 3.6.2 Pemeriksaan homogenitas sediaan Sejumlah tertentu sediaan dioleskan pada dua keping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM, 1979). 3.6.3 Penentuan pH sediaan Penentuan pH sediaan dilakukan dengan mengunakan pH meter selama penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar. Cara kerja: alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar pH netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan dengan kertas tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 gram sediaan dan dilarutkan dalam 100 ml air suling. Kemudian elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut, sampai alat menunjukkan harga pH yang konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan harga pH sediaan (Rawlins, 2003).

3.6.4 Penentuan viskositas sediaan gel Penentuan viskositas sediaan hanya dilakukan terhadap sediaan gel dengan menggunakan viskometer bola jatuh selama penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar. Cara kerja: sediaan dan bola dimasukkan ke dalam tabung gelas dalam. Tabung dan jaket kemudian dibalik, dengan demikian posisi bola berada di puncak tabung gelas dalam. Waktu yang dibutuhkan bola untuk jatuh di antara dua tanda diukur dengan teliti. Dihitung nilai viskositasnya (Moechtar, 1989). 3.6.5 Penentuan tipe emulsi sediaan krim Penentuan tipe emulsi hanya dilakukan terhadap sediaan krim. Penentuan tipe emulsi dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan pengenceran fase dan dengan pengecatan atau pewarnaan. Pengenceran fase dilakukan dengan mengencerkan 1 g sediaan krim tangan dengan 50 ml air dalam beaker gelas. Jika sediaan terdispersi secara homogen dalam air, maka sediaan termasuk emulsi tipe m/a. Sedangkan jika sediaan tidak terdispersi secara homogen dalam air, maka sediaan termasuk emulsi tipe a/m (Syamsuni, 2006). Pengecatan atau pewarnaan dilakukan dengan menambahkan larutan metilen biru sebanyak 1 tetes pada 100 mg sediaan, lalu diaduk. Bila metilen biru tersebar merata berarti sediaan tersebut tipe emulsi m/a, tetapi bila metilen biru tersebar tidak merata berarti sediaan tersebut tipe emulsi a/m (Syamsuni, 2006). 3.6.6 Uji iritasi terhadap kulit sukarelawan Uji iritasi terhadap kulit sukarelawan dilakukan dengan cara uji tempel terbuka (patch test). Uji tempel terbuka dilakukan dengan mengoleskan sediaan

pada lengan bawah bagian dalam yang dibuat pada lokasi lekatan dengan luastertentu (2,5 x 2,5 cm), dibiarkan terbuka dan diamati apa yang terjadi. Uji ini dilakukan sebanyak 3 kali sehari (pagi, siang, dan sore hari) selama 3 hari berturut-turut. Reaksi iritasi positif ditandai oleh adanya kemerahan, gatalgatal, atau bengkak pada kulit lengan bawah bagian dalam yang diberi perlakuan (Wasitaatmadja, 1997). Sukarelawan yang dijadikan panel pada uji iritasi berjumlah 12 orang, dengan kriteria sebagai berikut: 1. Wanita berbadan sehat 2. Usia antara 20-35 tahun 3. Tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi 4. Bersedia menjadi sukarelawan untuk uji iritasi 5. Sukarelawan adalah orang terdekat dan sering berada di sekitar pengujian sehingga lebih mudah diawasi dan diamati bila ada reaksi yang terjadi pada kulit yang sedang diuji (Ditjen POM, 1985).

3.7 Uji Penilaian Organoleptik Sediaan Uji penilaian organoleptik dilakukan dengan metode Hedonik (Soekarto, 1985), yaitu dengan melakukan analisis menurut uji kesukaan (parameter aroma, sensasi di kulit, dan warna sediaan) menggunakan 20 orang panelis yang disuguhi contoh sediaan yang mengandung ekstrak rimpang jahe merah. Untuk melihat tingkat kesukaan panelis terhadap sediaan berdasarkan masing-masing parameter, digunakan skala numerik yang dapat dilihat pada Tabel 3.3 di bawah ini:

Tabel 3.3 Skala numerik pada uji penilaian organoleptik sediaan Skala hedonik Amat sangat suka Sangat suka Agak suka Netral Agak tidak suka Sangat tidak suka

Skala numerik 5 4 3 2 1 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Sampel Identifikasi sampel yang dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bogor menunjukkan bahwa sampel yang digunakan adalah benar rimpang jahe merah (Zingiber officinale Roscoe, Suku: Zingiberaceae). Hasil identifikasi sampel dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 54.

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia 4.2.1 Hasil pemeriksaan makroskopik Hasil pemeriksaan makroskopik dari simplisia rimpang jahe merah adalah rimpang agak pipih, bagian ujung bercabang; cabang pendek, pipih, bentuk bulat telur terbalik, pada setiap ujung cabang terdapat parut melekuk ke dalam. Dalam bentuk potongan, panjang 5 cm sampai 15 cm, umumnya 3 cm sampai 4 cm, tebal 1 cm sampai 6,5 cm, umumnya 1 cm sampai 1,5 cm. Bagian luar berwarna coklat kekuningan, beralur memanjang, kadang-kadang ada serat yang bebas. Bekas patahan pendek dan berserat menonjol. Gambar makroskopik simplisia rimpang jahe merah dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 56. 4.2.2 Hasil pemeriksaan mikroskopik Hasil

pemeriksaan

mikroskopik

serbuk

simplisia

jahe

merah

memperlihatkan adanya serat, sel parenkim berisi tetes minyak yang berwarna merah dengan Sudan III, berkas pengangkut pembuluh kayu, dan pati. Gambar

mikroskopik serbuk simplisia rimpang jahe merah dapat dilihat pada Lampiran 56 halaman 58-59. 4.2.3 Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia Karakteristik serbuk simplisia rimpang jahe merah yang diperoleh, dapat dilihat pada Tabel 4.1 di bawah ini, dimana hasil perhitungan karakterisasi dapat dilihat pada Lampiran 15-19 halaman 68-72. Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia No 1. 2. 3. 4. 5.

Parameter Kadar air Kadar sari larut air Kadar sari larut etanol Kadar abu total Kadar abu tidak larut asam

Hasil pemeriksaan (%) 7,96 21,78 10,43 3,42 1,32

Persyaratan MMI (%) ≤ 10 ≥ 15,6 ≥ 4,3 ≤5 ≤ 3,9

Hasil penetapan kadar air serbuk simplisia rimpang jahe merah memenuhi persyaratan dari buku Materia Medika Indonesia yaitu tidak lebih dari 10%. Kadar air yang melebihi persyaratan memungkinkan terjadinya pertumbuhan jamur. Penetapan kadar sari larut air untuk mengetahui kadar sari yang larut dalam air. Senyawa-senyawa yang dapat larut dalam air adalah glikosida, gula, gom, protein, enzim, zat warna, dan asam organik. Penetapan kadar sari larut etanol untuk mengetahui kadar sari yang larut dalam pelarut polar. Senyawa-senyawa yang dapat larut dalam etanol adalah glikosida, antrakinon, steroid terikat, klorofil, dan dalam jumlah sedikit yang larut yaitu lemak dan saponin (Depkes, 1986). Penetapan kadar abu total untuk mengetahui kadar zat anorganik yang terdapat pada simplisia, sedangkan penetapan kadar abu tidak larut asam untuk mengetahui kadar zat anorganik yang tidak larut dalam asam (Depkes, 1978).

4.3 Hasil Ekstraksi Serbuk Simplisia Hasil penyarian 400 g serbuk simplisia rimpang jahe merah dengan menggunakan pelarut etanol 96% secara perkolasi diperoleh ekstrak cair yang telah dipekatkan dengan alat rotary evaporator pada suhu ± 40oC sampai diperoleh ekstrak kental kemudian dikeringkan menggunakan freeze dryer (40°C) sebanyak 71,30 g (rendemen 17,82%). Ekstrak ini kemudian digunakan sebagai bahan berkhasiat dalam sediaan gel dan krim.

4.4 Hasil Pembuatan dan Penentuan Mutu Fisik Sediaan 4.4.1 Hasil pembuatan sediaan Formulasi sediaan gel menggunakan HPMC sebagai basis gel dengan konsentrasi ekstrak rimpang jahe merah sebanyak 2%, 4%, 6%, dan 8% dalam 100 g sediaan gel. Hasil pengamatan sediaan gel secara visual pada saat sediaan selesai dibuat ditunjukkan pada Tabel 4.2 berikut ini: Tabel 4.2 Hasil pengamatan sediaan gel secara visual saat sediaan selesai dibuat Formula

Warna

Aroma

Konsistensi

Khas HPMC

Kental

G1

Bening

G2

Coklat tua

Khas ekstrak jahe merah

Kental

G3

Coklat tua

Khas ekstrak jahe merah

Kental

G4

Coklat tua

Khas ekstrak jahe merah

Kental

G5

Coklat tua

Khas ekstrak jahe merah

Kental

Keterangan: G1 : basis gel tanpa ekstrak rimpang jahe merah (blanko) G2 : sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 2% G3 : sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 4% G4 : sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 6% G5 : sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 8%

Basis gel tanpa penambahan ekstrak rimpang jahe merah berwarna bening sedangkan dengan penambahan ekstrak dihasilkan sediaan gel berwarna coklat tua karena ekstrak yang ditambahkan pada basis gel berwarna coklat tua. Formulasi sediaan krim menggunakan dasar vanishing cream dengan konsentrasi ekstrak rimpang jahe merah sebanyak 2%, 4%, 6%, dan 8% dalam 100 g sediaan krim. Hasil pengamatan sediaan krim secara visual pada saat sediaan selesai dibuat ditunjukkan pada Tabel 4.3 berikut ini: Tabel 4.3 Hasil pengamatan sediaan krim secara visual saat sediaan selesai dibuat Formula

Warna

Aroma

K1

Putih

Khas krim

K2

Coklat muda

Khas ekstrak jahe merah

K3

Coklat muda

Khas ekstrak jahe merah

K4

Coklat muda

Khas ekstrak jahe merah

K5

Coklat muda

Khas ekstrak jahe merah

Konsistensi Emulsi setengah padat Emulsi setengah padat Emulsi setengah padat Emulsi setengah padat Emulsi setengah padat

Keterangan: K1 : dasar krim tanpa ekstrak rimpang jahe merah (blanko) K2 : sediaan krim dengan ekstrak rimpang jahe merah 2% K3 : sediaan krim dengan ekstrak rimpang jahe merah 4% K4 : sediaan krim dengan ekstrak rimpang jahe merah 6% K5 : sediaan krim dengan ekstrak rimpang jahe merah 8% Dasar krim tanpa penambahan ekstrak rimpang jahe merah berwarna putih sedangkan dengan penambahan ekstrak dihasilkan sediaan krim berwarna coklat muda karena ekstrak yang ditambahkan pada dasar krim berwarna coklat tua. Intensitas warna sediaan gel dan krim bertambah dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak yang ditambahkan. Bau khas ekstrak rimpang jahe merah juga bertambah dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak. Semua formula sediaan gel yang dibuat menghasilkan konsistensi yang kental. Gambar hasil sediaan gel

dapat dilihat pada Lampiran 20 halaman 56. Sedangkan semua formula sediaan krim yang dibuat menghasilkan sediaan krim yang berupa emulsi setengah padat. Gambar hasil sediaan krim dapat dilihat pada Lampiran 23 halaman 77. 4.4.2 Hasil penentuan mutu fisik sediaan Hasil penentuan mutu fisik sediaan yang dilakukan terhadap sediaan gel dan krim, meliputi hasil pemeriksaan stabilitas dan homogenitas, hasil penentuan pH, viskositas (gel), dan tipe emulsi (krim), dan hasil uji iritasi terhadap kulit sukarelawan. 4.4.2.1 Hasil pemeriksaan stabilitas sediaan Hasil pemeriksaan stabilitas sediaan gel yang dilakukan secara organoleptik meliputi konsistensi, warna, dan aroma dari masing-masing formula sediaan gel selama penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar, dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini: Tabel 4.4 Hasil pemeriksaan stabilitas sediaan gel Pengamatan Formula

Konsistensi

Warna

Aroma

G1 G2 G3 G4 G5 G1 G2 G3 G4 G5 G1 G2 G3 G4 G5

0 -

1 -

Waktu penyimpanan (Minggu ke) 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - + + + + + + + + + + + - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Keterangan: (+) : ada perubahan (-) : tidak ada perubahan G1 : basis gel tanpa ekstrak rimpang jahe merah (blanko) G2 : sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 2% G3 : sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 4% G4 : sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 6% G5 : sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 8% Hasil pemeriksaan stabilitas sediaan krim yang dilakukan secara organoleptis meliputi konsistensi, warna, dan aroma dari masing-masing formula sediaan krim selama penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut ini: Tabel 4.5 Hasil pemeriksaan stabilitas sediaan krim Pengamatan Formula

Konsistensi

Warna

Aroma

K1 K2 K3 K4 K5 K1 K2 K3 K4 K5 K1 K2 K3 K4 K5

0 -

1 -

Waktu penyimpanan (Minggu ke) 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Keterangan: (+) : ada perubahan (-) : tidak ada perubahan K1 : dasar krim tanpa ekstrak rimpang jahe merah (blanko) K2 : sediaan krim dengan ekstrak rimpang jahe merah 2% K3 : sediaan krim dengan ekstrak rimpang jahe merah 4% K4 : sediaan krim dengan ekstrak rimpang jahe merah 6% K5 : sediaan krim dengan ekstrak rimpang jahe merah 8%

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan terhadap sediaan gel dan krim, diketahui bahwa formula sediaan gel tanpa ataupun dengan penambahan ekstrak rimpang jahe merah dengan konsentrasi 2%, 4%, dan 6%, serta semua formula sediaan krim yang dihasilkan, tidak mengalami perubahan konsistensi, warna, maupun aroma. Artinya bahwa sediaan yang dibuat stabil secara fisik. Tetapi sediaan gel dengan penambahan ekstrak 8% mengalami perubahan konsistensi dimana terjadi pemisahan fase dimulai pada minggu ke-2 pada masa penyimpanan. Hal ini disebabkan karena adanya penambahan ekstrak dimana ekstrak menyebabkan terjadinya perubahan pH pada sediaan gel dan perubahan pH dapat mempengaruhi nilai viskositas sehingga sediaan mengalami penurunan nilai viskositas yang mengakibatkan mudahnya penggabungan partikel-partikel ekstrak pada dasar wadah, dimana sediaan gel yang mengalami permisahan dimulai dari sediaan dengan konsentrasi ekstrak terbesar yaitu 8%. Hal ini juga dibuktikan pada hasil penentuan viskositas sediaan gel yang juga menunjukkan adanya penurunan nilai viskositas selama penyimpanan. 4.4.2.2 Hasil pemeriksaan homogenitas sediaan Hasil pemeriksaan homogenitas terhadap sediaan gel dan krim ekstrak rimpang jahe merah menunjukkan bahwa semua sediaan tidak memperlihatkan adanya butir-butir kasar pada saat sediaan dioleskan pada kaca transparan. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan yang dibuat mempunyai susunan yang homogen (Ditjen POM, 1985). Hasil pemeriksaan homogenitas sediaan gel dapat dilihat pada Lampiran 21 halaman 74. Hasil pemeriksaan homogenitas sediaan krim dapat dilihat pada Lampiran 24 halaman 78.

4.4.2.3 Hasil penentuan pH sediaan Stabilitas sediaan gel dan krim juga dapat dilihat dari pH sediaan selama penyimpanan. Hasil penentuan pH sediaan gel dengan menggunakan pH meter dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut ini: Tabel 4.6 Hasil penentuan pH sediaan gel Formula G1 G2 G3 G4 G5

0 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5

1 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5

2 5,5 5,5 5,5 5,6 5,7

Waktu penyimpanan (Minggu ke) 3 4 5 6 7 8 9 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5 5,3 5,5 5,5 5,5 5,5 5,6 5,6 5,6 5,6 5,6 5,6 5,7 5,7 5,7 5,8 5,6 5,7 5,7 5,7 5,7 5,8 5,8 5,7 5,7 5,8 5,8 5,8 5,9 5,9

10 5,3 5,6 5,8 5,9 5,9

11 5,3 5,7 5,8 5,9 6,0

12 5,3 5,7 5,8 5,9 6,0

Keterangan: G1 : basis gel tanpa ekstrak rimpang jahe merah (blanko) G2 : sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 2% G3 : sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 4% G4 : sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 6% G5 : sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 8% Hasil penentuan pH sediaan krim dengan menggunakan pH meter dapat dilihat pada Tabel 4.7 di bawah ini: Tabel 4.7 Hasil penentuan pH sediaan krim Formula K1 K2 K3 K4 K5

0 7,1 7,1 7,1 7,1 7,1

1 7,1 7,1 7,1 7,1 7,1

2 7,1 7,1 7,1 7,1 7,1

Waktu penyimpanan (Minggu ke) 3 4 5 6 7 8 9 7,1 7,1 7,1 7,1 7,1 7,1 7,1 7,1 7,1 7,0 7,0 7,0 7,0 7,0 7,1 7,0 7,0 6,9 6,9 6,9 6,9 7,0 7,0 6,9 6,9 6,9 6,9 6,8 7,0 6,9 6,9 6,9 6,9 6,8 6,8

Keterangan: K1 : dasar krim tanpa ekstrak rimpang jahe merah (blanko) K2 : sediaan krim dengan ekstrak rimpang jahe merah 2% K3 : sediaan krim dengan ekstrak rimpang jahe merah 4% K4 : sediaan krim dengan ekstrak rimpang jahe merah 6% K5 : sediaan krim dengan ekstrak rimpang jahe merah 8%

10 7,1 6,9 6,9 6,8 6,8

11 7,0 6,9 6,8 6,8 6,7

12 7,0 6,9 6,8 6,8 6,7

Berdasarkan pada hasil pengamatan pH dari masing-masing formula sediaan gel selama penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar, dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan pH pada sediaan yang mengandung ekstrak rimpang jahe merah, sedangkan

pH

sediaan

blanko

menurun

dengan

bertambahnya

waktu

penyimpanan. Tetapi perubahan pH tidak terjadi secara signifikan sehingga dapat dikatakan pH sediaan relatif stabil pada penyimpanan dan masih berada dalam range pH normal kulit yaitu 5,0-6,8 (Ansari, 2009). Mengacu pada nilai pH tersebut, sediaan gel ekstrak rimpang jahe merah masih memenuhi persyaratan. Berdasarkan pada hasil pengamatan pH dari masing-masing formula sediaan krim, dapat dilihat bahwa terjadi penurunan pH pada semua sediaan baik sediaan blanko maupun sediaan yang mengandung ekstrak rimpang jahe merah dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Hasil penentuan pH sediaan krim menunjukkan pH sediaan relatif stabil pada penyimpanan karena tidak mengalami perubahan pH yang signifikan. Menurut Balsam (1972), pH dari krim antara 5-8 sehingga sediaan krim ini masih memenuhi persyaratan. 4.4.2.4 Hasil penentuan viskositas sediaan gel Hasil penentuan viskositas sediaan gel dengan menggunakan viskosimeter bola jatuh dapat dilihat pada Tabel 4.8 di bawah ini: Tabel 4.8 Hasil penentuan viskositas sediaan gel Formula G1 G2 G3 G4 G5

0 (cp) 588,36 591,54 593,75 594,89 597,01

Waktu penyimpanan (Minggu ke) 3 (cp) 6 (cp) 9 (cp) 587,00 586,85 585,50 590,22 589,01 588,09 592,40 590,11 588,95 593,61 591,40 589,10 596,79 594,55 593,30

12 (cp) 583.70 586,61 587,55 588,00 591,42

Keterangan: G1 : basis gel tanpa ekstrak rimpang jahe merah (blanko) G2 : sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 2% G3 : sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 4% G4 : sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 6% G5 : sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 8% Hasil penentuan viskositas sediaan gel di atas menunjukkan semakin besar jumlah penambahan ekstrak rimpang jahe merah semakin besar pula nilai viskositas sediaan. Hal ini disebabkan ekstrak mempunyai tekstur yang lebih kental dibanding basis gel yang digunakan untuk sediaan. Contoh perhitungan nilai viskositas sediaan gel dapat dilihat di Lampiran 22 halaman 75. Hasil pengamatan viskositas sediaan gel di atas menunjukkan bahwa sediaan mengalami penurunan nilai viskositas. Hal ini disebabkan karena HPMC sebagai basis gel yang digunakan menghasilkan sediaan gel yang akan mengalami penurunan nilai viskositas seiring bertambahnya waktu penyimpanan. Kemasan yang kurang kedap juga dapat menyebabkan gel menyerap uap air dari luar, sehingga menambah volume air dalam gel. 4.6.2.5 Hasil penentuan tipe emulsi sediaan krim Menurut Syamsuni (2006), emulsi tipe m/a dapat diencerkan dengan air dan memberikan warna biru jika ditambahkan metilen biru yang larut dalam air. Berikut ini adalah hasil penentuan tipe emulsi sediaan krim dengan metode pengenceran dengan air dan metode pewarnaan dengan metilen biru: Tabel 4.9 Hasil penentuan tipe emulsi sediaan krim Formula K1 K2 K3 K4 K5

Kelarutan krim dalam air √ √ √ √ √

Kelarutan metilen biru dalam krim √ √ √ √ √

Keterangan: K1 : dasar krim tanpa ekstrak rimpang jahe merah (blanko) K2 : sediaan krim dengan ekstrak rimpang jahe merah 2% K3 : sediaan krim dengan ekstrak rimpang jahe merah 4% K4 : sediaan krim dengan ekstrak rimpang jahe merah 6% K5 : sediaan krim dengan ekstrak rimpang jahe merah 8% Dari data pada Tabel 4.9 di atas, dapat disimpulkan bahwa tipe emulsi sediaan krim yang dihasilkan adalah m/a karena sediaan krim tanpa ataupun dengan ekstrak rimpang jahe merah dapat larut dalam air dan zat warna metilen biru dapat terdispersi homogen di dalam krim. Gambar hasil penentuan tipe emulsi sediaan krim dapat dilihat pada Lampiran 25 halaman 79. 4.4.2.6 Hasil uji iritasi sediaan terhadap kulit sukarelawan Uji iritasi dilakukan terhadap 12 orang sukarelawan. Pengujian dilakukan dengan cara uji tempel terbuka (Patch test). Reaksi iritasi positif ditandai oleh adanya kemerahan, gatal-gatal, atau bengkak pada kulit lengan bawah bagian dalam yang diberi perlakuan selama tiga hari (pagi, siang, dan sore hari) berturutturut. Hasil uji iritasi sediaan gel dapat dilihat pada Tabel 4.10 berikut ini: Tabel 4.10 Hasil uji iritasi sediaan gel pada kulit sukarelawan Pengamatan Formula

Kulit kemerahan

Kulit gatal-gatal

Kulit bengkak

G1 G2 G3 G4 G5 G1 G2 G3 G4 G5 G1 G2 G3 G4 G5

1 + + -

2 3 - - - - + - + - - - - - - - - - - -

4 + + -

5 + + -

Sukarelawan 6 7 8 - - - - - - - - + - - - - - - - + - + - - - - - - - - - - - -

9 -

10 11 12 -

Keterangan: (+) : reaksi iritasi positif (-) : reaksi iritasi negatif G1 : basis gel tanpa ekstrak rimpang jahe merah (blanko) G2 : sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 2% G3 : sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 4% G4 : sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 6% G5 : sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 8% Hasil uji iritasi sediaan krim dapat dilihat pada Tabel 4.11 di bawah ini: Tabel 4.11 Hasil uji iritasi sediaan krim terhadap kulit sukarelawan Pengamatan Formula

Kulit kemerahan

Kulit gatal-gatal

Kulit bengkak

K1 K2 K3 K4 K5 K1 K2 K3 K4 K5 K1 K2 K3 K4 K5

1 -

2 3 - - - - - - - - - - - - - - - -

4 -

Sukarelawan 5 6 7 8 - - - - - - - - - - - - + - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

9 -

10 11 12 -

Keterangan: (+) : reaksi iritasi positif (-) : reaksi iritasi negatif K1 : basis gel tanpa ekstrak rimpang jahe merah (blanko) K2 : sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 2% K3 : sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 4% K4 : sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 6% K5 : sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 8% Menurut Wasitaatmadja (1997), uji iritasi kulit dilakukan untuk mecegah terjadinya efek samping terhadap kulit dengan mengoleskan sediaan pada lengan bawah bagian dalam selama tiga hari (pagi, siang, dan sore hari) berturut-turut. Hasil uji iritasi terhadap kulit sukarelawan di atas menunjukkan bahwa semua

sukarelawan memberikan hasil negatif terhadap parameter reaksi iritasi pada sediaan gel 2% dan 4%, serta sediaan krim 2%, 4%, dan 6%. Tetapi terhadap sediaan gel 6% dan 8%, serta sediaan krim 8%, terdapat sukarelawan yang memberikan hasil positif yaitu menyebabkan kulit kemerahan dan gatal-gatal. Dari hasil pengujian ini, dapat dilihat bahwa pada sediaan gel dengan konsentrasi ekstrak 6% sudah dapat menyebabkan kulit kemerahan, sedangkan pada sediaan krim dengan konsentrasi ekstrak yang sama belum dapat menyebabkan kulit kemerahan. Hal ini berarti dengan konsentrasi ekstrak yang lebih kecil, sediaan gel sudah dapat memberikan efek yang diinginkan karena pelepasan bahan obat yang cepat dari pembawanya, sedangkan pada sediaan krim lapisan monomolekular dari zat pengemulsi melingkari tetesan-tetesan dari fase dalam pada emulsi, yang merupakan gambaran kelarutannya sehingga lebih sulit melepaskan bahan berkhasiat dari pembawanya. Dalam suatu sistem yang mengandung dua cairan yang tidak saling bercampur, zat pengemulsi akan memilih larut dalam salah satu fase dan terikat dengan kuat dan terbenam dalam di fase tersebut dibandingkan pada fase lainnya. Karena umumnya molekul zat pengemulsi memiliki bagian hidrofilik dan hidrofobik sekaligus, molekul-molekul tersebut akan mengarahkan dirinya ke masing-masing fase (Ansel, 1989). Rimpang jahe merah memiliki komponen non volatile yaitu oleoresin yang merupakan pembentuk rasa pedas yang tidak menguap pada jahe merah. Oleoresin pada jahe merah bisa mencapai 3% dan merupakan kadar oleoresin tertinggi jika dibandingkan dengan kadar oleoresin pada jenis jahe yang lain (Hapsoh, dkk., 2008). Hal ini menyebabkan terjadinya reaksi iritasi berupa kulit kemerahan dan gatal-gatal pada beberapa kulit sukarelawan, dimana sensitifitas

kulit seseorang terhadap rasa panas berbeda-beda sehingga ada kulit sukarelawan yang memberikan hasil positif dan ada juga kulit sukarelawan yang memberikan hasil negatif terhadap suatu formula sediaan gel dan krim yang sama.

4.5 Hasil Uji Penilaian Organoleptik Sediaan Uji penilaian organoleptik sediaan dilakukan dengan metode Hedonik (Soekarto, 1985), yaitu dengan melakukan analisis menurut uji kesukaan (parameter aroma, sensasi di kulit, dan warna sediaan) menggunakan 20 orang panelis yang disuguhi contoh sediaan yang mengandung ekstrak rimpang jahe merah. Untuk melihat tingkat kesukaan panelis terhadap sediaan berdasarkan masing-masing parameter, digunakan skala numerik. Hasil pemeriksaan stabilitas sediaan gel menunjukkan bahwa sediaan gel 8% telah mengalami kerusakan yaitu terjadinya pemisahan fase dimulai pada minggu ke-2 selama penyimpanan. Pada uji iritasi, sediaan gel dan krim 8% dapat menyebabkan iritasi. Hal ini berarti sediaan gel dan krim 8% tidak diikutsertakan dalam uji penilaian organoleptik sediaan. Hasil uji iritasi menunjukkan bahwa sediaan gel 6% sudah dapat menyebabkan iritasi, sedangkan pada sediaan krim dengan konsentrasi ekstrak yang sama belum dapat menyebabkan kulit iritasi. Hal ini berarti dengan konsentrasi ekstrak yang lebih kecil, sediaan gel sudah dapat memberikan efek yang diinginkan karena pelepasan bahan obat yang cepat dari pembawanya. Oleh karena itu, untuk penghematan bahan obat dan bahan pembawa yang digunakan maka sediaan gel dan krim 6% tidak dikutsertakan dalam uji penilaian organoleptik.

Contoh perhitungan hasil uji penilaian organoleptik sediaan yang dianalisis secara statistik menggunakan sistem SNI untuk penarikan kesimpulan, dapat dilihat pada Lampiran 30-36 halaman 84-96. Hasil uji penilaian organoleptik sediaan gel yang telah dianalisis secara statistik menggunakan sistem SNI untuk penarikan kesimpulan, dapat dilihat pada Tabel 4.12 berikut ini: Tabel 4.12 Hasil uji penilaian organoleptik sediaan gel Parameter Formula Aroma Sensasi di kulit Warna

G2 G3 G2 G3 G2 G3

0 -

1 -

Skala numerik 2 3 √ √ √ √ √ -

4 √

5 -

Keterangan: G2: sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 2% G3: sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 4% Hasil uji penilaian organoleptik sediaan gel yang telah dianalisis secara statistik menggunakan sistem SNI untuk penarikan kesimpulan, dapat dilihat pada Tabel 4.13 berikut ini: Tabel 4.13 Hasil uji penilaian organoleptik sediaan krim Parameter Formula Aroma Sensasi di kulit Warna

K2 K3 K2 K3 K2 K3

0 -

1 √ -

Skala numerik 2 3 √ √ √ √ √

Keterangan: K2: sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 2% K3: sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 4%

4 -

5 -

Berdasarkan data pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai kesukaan tertinggi pada sediaan terdapat pada sediaan G3 (sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 4%) baik pada parameter aroma (agak suka), sensasi di kulit (agak suka), maupun pada parameter warna sediaan (sangat suka). Nilai kesukaan yang tertinggi pada sediaan krim terdapat pada sediaan K3 (sediaan krim dengan ekstrak rimpang jahe merah 4%) baik pada parameter aroma (netral), sensasi di kulit (netral), maupun pada parameter warna sediaan (agak suka). Hasil penentuan mutu fisik dan uji penilaian organoleptik sediaan untuk menentukan formula sediaan paling baik dapat dilihat pada Tabel 4.14 berikut ini: Tabel 4.14 Hasil penentuan mutu fisik dan uji penilaian organoleptik sediaan

Sediaan

Form.

Mutu Fisik Sediaan p Stabil Homogen Iritasi H

Uji Hedonik Aroma

Sensasi

Warna

G2









Netral

Netral

Agak suka

G3









Agak suka

Agak suka

Sangat suka

G4







X

-

-

-

G5

X





X

-

-

-

K2









Agak tidak suka

Netral

Agak suka

K3









Netral

Netral

Agak suka

K4









-

-

-

K5







X

-

-

-

Gel

Krim

Keterangan: √: stabil (stabilitas), homogen (homogenitas), memenuhi persyaratan (pH), tidak mengakibatkan iritasi (uji iritasi) X: tidak stabil (stabilitas), tidak homogen (homogenitas), tidak memenuhi persyaratan (pH), mengakibatkan iritasi (uji iritasi) G2: sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 2% G3: sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 4% G4: sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 6% G5: sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 8% K2: sediaan krim dengan ekstrak rimpang jahe merah 2% K3: sediaan krim dengan ekstrak rimpang jahe merah 4% K4: sediaan krim dengan ekstrak rimpang jahe merah 6% K5: sediaan krim dengan ekstrak rimpang jahe merah 8%

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan Bersadarkan pada hasil penelitian yang telah diperoleh dapat disimpulkan bahwa: 1. Hasil karakterisasi simplisia rimpang jahe merah yang diperoleh memenuhi syarat karakterisasi yang tertera pada MMI. 2. Ekstrak rimpang jahe merah dapat diformulasi dalam sediaan gel dan krim. 3. Formula sediaan yang paling baik berdasarkan mutu fisik dan uji penilaian organoleptik sediaan adalah formula G3 (sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 4%).

5.2 Saran Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan isolasi minyak atsiri rimpang jahe merah dan memformulasinya menjadi sediaan farmasi, seperti liniment.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, a. (2006). Hydroxy Propyl Methyl Cellulose (HPMC). Tanggal akses 4 Februari 2012. http://www.ronasgroup.com/hydroxypropyl-methylcellulose.asp Anonim, b. (2008). Manfaat Jahe sebagai Obat Reumatik, Encok, Mencegah Impoten, Keracunan Udang, Sakit Pinggang dan Keseleo, Batuk, Mencret dan Muntah-muntah. Tanggal akses 15 September 2012. http://benyaliwibowo.wordpress.com/2008/03/10/manfaat-jahe/ Anief, M. (2000). Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 107, 169, 219-210. Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat. Jakarta: UI Press. Hal. 357, 390, 489, 513. Ansari, S.A. (2009). Skin pH and Skin Flora. In Handbook of Cosmetics Science and Technology. Edisi Ketiga. New York: Informa Healtcare USA. Hal. 222-223. Balsam, M.S. (1972). Cosmetics: Science and Technology. Volume II. Edisi Kedua. New York: John Willey and Sons Inc. Hal. 179. Dalimartha, S. (2000). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid I. Jakarta: Trubus Agriwidya. Hal. 130-132. Depkes. (1978). Materia Medika Indonesia. Jilid II. Jakarta: Depkes RI. Hal. 113121, 150-156. Depkes. (1979). Materia Medika Indonesia. Jilid III. Jakarta: Depkes RI. Hal. 155-161. Depkes. (1986). Sediaan Galenik. Jakarta: Depkes RI. Hal. 6-7. Depkes. (1995). Materia Medika Indonesia. Edisi Keenam. Jakarta: Depkes RI. Hal. 323-325. Depkes. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Depkes RI. Hal. 1, 9-12, 17. Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Depkes RI. Hal. 9, 33. Ditjen POM. (1985). Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Depkes RI. Hal. 32-36.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Depkes RI. Hal. 6-7. Govindarajan, V. (1982). Ginger-Chemistry Technology and Quality Evaluation: Part–I CRC. Journal Critical Reviews in Food Science and Nutrition. (17): 1-96. Hapsoh, Yaya, H., dan Elisa, J. (2010). Budidaya dan Teknologi Pascapanen Jahe. Medan: USU Press. Hal. 1-19. Hasanah, Sukarman M., dan Rusmin, D. (2004). Teknologi Produksi Benih Jahe. Jurnal Perkembangan Teknologi TROXVI (1): 9-11. Herdiana, Y. (2007). Formulasi Gel Undesilenil Fenilalanin dalam Aktivitas sebagai Pencerah Kulit. Karya Ilmiah. Jatinangor: Fakultas Farmasi. Universitas Padjajaran. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. (1971). Formularium Medicamentorum Selectum. Cetakan IV. Surabaya: ISFI Cabang Jawa Timur. Hal. 110. Junqueira, C., dan Kelley, R. (1997). Histologi Dasar. Edisi Kedelapan. Jakarta: Kedokteran EGC. Hal. 357-360. Lachman, L., Herbert, A.L, dan Joseph L.K. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi Ketiga. Jakarta: UI Press. Hal. 1091-1092. Matondang, I. (2006). Pusat Penelitian dan Pengembangan Tumbuhan Obat Jahe (Zingiber officinale Rosc.). Tanggal akses 30 Juni 2012. http://www.asiamaya.net Moechtar. (1989). Farmasi Fisik: Bagian Larutan dan Dispersi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 198. Paiman, F.B. (1991). Budidaya Pengolahan Perdagangan Jahe. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal. 1-9. Pearce, E. (2004). Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Cetakan 26. Jakarta: Gramedia. Hal. 239-243. Rawlins, E.A. (2003). Bentleys of Pharmaceutics. Edisi Kedelapanbelas. London: Baillierre Tindall. Hal. 22, 35. Rowe, R. C., Sheskey, P.J., dan Owen, S.C. (2005). Handbook of Pharmaceutical Excipients. 5rd Edition. New York: Pharmaceutical Press American Pharmaceutical Association. Hal. 346, 466, 624.

Septiana, A.T., Muchtadi D., Zakaria, F.R. 2002. Aktivitas antioksidan ekstrak diklorometana dan air jahe (Zingiber officinale Roscoe) pada asam linoleat, Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. XIII (2): 105-110. Soekarto, S.T. (1985). Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta: Bhatara Aksara. Hal. 57. Suardi, M., Armenia dan Anita, M. (2008). Formulasi dan Uji Klinik Gel Anti Jerawat Benzoil Peroksida – HPMC. Skripsi. Denpasar: Fakultas Farmasi. Universitas Udayana. Syamsuni. (2006). Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 133. Saida, T. (2009). Uji Efek Antiinflamasi Dari Kombinasi Ekstrak Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc.) dan Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.) dalam Sediaan Topikal pada Mencit Jantan. Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi. Universitas Sumatera Utara. Tjitrosoepomo, G. (2005). Taksonomi Tumbuhan Obat-obatan. Jogyakarta: Penerbit Gadjah Mada University Press. Hal. 447. Unnikrishnan, M.C., dan Kuttan, R. (1988). Cytotoxicity of Extract of Spices to Cultured Cells, Journal Nutrition and Cancer. (11): 251-257. Wasitaatmadja, S.M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Penerbit UI-Press. Hal. 58-62. Wijayakusuma, H.M. (1996). Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia. Jilid IV. Cetakan II. Jakarta: Pustaka Kartini. Hal. 7. WHO. (1992). Quality Control Methods For Medical Plant Materials. Geneva: World Health Organization. Hal. 31-33. Voigt, R. (1994). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Edisi Kelima. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 343.

Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah

Lampiran 2. Gambar tumbuhan jahe merah

Lampiran 3. Gambar makroskopik rimpang jahe merah

Rimpang jahe merah

Rimpang jahe merah yang diiris

Lampiran 4. Gambar simplisia dan serbuk simplisia rimpang jahe merah

Simplisia rimpang jahe merah

Serbuk simplisia rimpang jahe merah

Lampiran 5. Hasil mikroskopik serbuk simplisia rimpang jahe merah dengan medium kloralhidrat

1 2 3

4 5

Keterangan (perbesaran 10x10): 1. Serat 2. Parenkim 3. Tetes minyak 4. Berkas pengangkut 5. Pembuluh kayu

Lampiran 6. Hasil mikroskopik serbuk simplisia rimpang jahe merah dengan medium air suling

1 2 3

Keterangan (perbesaran 10x40): 1. Butir pati 2. Lamella 3. Hilus

Lampiran 7. Gambar alat yang digunakan

pH meter (HANNA)

Viskosimeter bola jatuh (Haake 597 Gerbruder Berlin)

Lampiran 8. Bagan kerja pembuatan serbuk simplisia dan karakterisasi simplisia rimpang jahe merah Rimpang jahe merah tua dan segar 8 kg Dibersihkan dari pengotor Dicuci hingga bersih Ditiriskan, disortasi Ditimbang sebagai berat basah Diiris dengan ketebalan 1-3 mm Dikeringkan di udara terbuka yang terlindung dari sinar matahari langsung Simplisia 1050 g Karakterisasi simplisia: a. Pemeriksaan makroskopik Diserbukkan Ditimbang sebagai berat kering Serbuk simplisia 996 g

Karakterisasi simplisia: b. Pemeriksaan mikroskopik c. Penetapan kadar air d. Penetapan kadar sari larut etanol e. Penetapan kadar sari larut air f. Penetapan kadar abu total g. Penetapan kadar abu tidak larut asam

Lampiran 9. Bagan kerja pembuatan ekstrak rimpang jahe merah Serbuk simplisia 400 g Dibasahi dengan etanol 96% 3 jam Dimasukkan ke dalam alat perkolator Ditambahkan cairan penyari sampai satu lapis diatasnya Ditutup mulut tabung perkolator dan didiamkankan 24 jam Dibuka kran perkolator dengan kecepatan pengaliran 1 ml/menit Dihentikan perkolasi bila 500 mg perkolat terakhir diuapkan tidak akan meninggalkan sisa.

Perkolat 5,2 L

Ampas Dipekatkan dengan rotary evaporator (±40oC)

Ekstrak etanol kental Dikeringkan dengan freeze dryer (-40oC) Ekstrak etanol bebas pelarut 71,30 g

Lampiran 10. Bagan kerja pembuatan basis gel Air suling Ditimbang sebanyak 20 kali berat HPMC Dididihkan Dimasukkan ke dalam lumpang Ditaburkan HPMC secara merata diatasnya Dibiarkan mengembang Ditambahkan metil paraben yang telah dilarutkan di dalam air suling panas Ditambahkan propilen glikol sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen Ditambahkan sisa air suling yang dibutuhkan Basis gel

Lampiran 11. Bagan kerja pembuatan, penentuan mutu fisik, dan uji penilaian organoleptik sediaan gel Ekstrak rimpang jahe merah bebas pelarut

Basis gel Ditimbang Diteteskan dengan beberapa tetes pelarut etanol 96%

Ditimbang

Bagian II

Bagian I

Dicampur dan diaduk homogen Campuran bagian I dan II Dimasukkan ke dalam wadah Sediaan gel

Penentuan mutu fisik: b. Stabilitas c. Homogenitas d. pH e. Viskositas f. Uji iritasi

Uji penilaian organoleptik: b. Parameter aroma c. Parameter sensasi di kulit d. Parameter warna

Lampiran 12. Bagan kerja pembuatan dasar krim Metil paraben

Asam stearat Dilebur di atas penangas air suhu 70-75°C

Dilarutkan dalam air suling panas

Larutan metil paraben Ditambahkan TEA dan gliserin Bagian I

Bagian II

Dicampur dan diaduk homogen di dlm lumpang panas dengan pengadukan yang konstan sampai diperoleh massa krim Dasar krim

Lampiran 13. Bagan kerja pembuatan, penentuan mutu fisik, dan uji penilaian organoleptik sediaan krim

Ekstrak rimpang jahe merah bebas pelarut

Dasar krim Ditimbang Diteteskan dengan beberapa tetes pelarut etanol 96%

Ditimbang

Bagian II

Bagian I

Dicampur dan diaduk homogen Campuran bagian I dan II Dimasukkan ke dalam wadah Sediaan Krim

Penentuan mutu fisik: a. Stabilitas b. Homogenitas c. pH d. Tipe emulsi e. Uji iritasi

Uji penilaian organoleptik: a. Parameter aroma b. Parameter sensasi di kulit c. Parameter warna

Lampiran 14. Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia rimpang jahe merah No 1. 2. 3. 4. 5.

Karakteristik Kadar air Kadar sari larut air Kadar sari larut etanol Kadar abu total Kadar abu tidak larut asam

Hasil Pemeriksaan (%) 7,96 21,78 10,43 3,42 1,32

Persyaratan MMI (%) 15,6 >4,3
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF