REFERAT SINDROM PATAU

December 8, 2017 | Author: Rahasti Rara | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

REFERAT SINDROM PATAU...

Description

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sindrom Patau (Trisomi 13) merupakan kelainan genetik dengan jumlah kromosom 13 sebanyak 3 buah. Sindrom malformasi multikompleks yang berhubungan dengan trisomi 13 pertama kali dijelaskan oleh Dr.Klaus Patau pada tahun 1960. Sindrom Patau merupakan kelainan autosomal ketiga tersering yang terjadi pada bayi lahir yang hidup setelah Sindrom Down (trisomi 21) dan Sindrom Edwards (trisomi 18). Insiden Sindrom Patau terjadi pada 1 : 8.000-12.000 kelahiran hidup. Insidensi akan meningkat dengan meningkatnya usia ibu. Penyebab trisomi 13 dapat terjadi akibat non-disjunction (kegagalan 1 pasang atau lebih kromosom homolog untuk berpisah) saat pembelahan miosis I atau miosis II. Trisomi 13 biasanya berhubungan dengan non-disjunction miosis maternal (85%), dapat pula terjadi akibat translokasi genetik. Terdapat 3 tipe pada trisomi 13 yaitu tipe klasik, translokasi, dan mosaik. Karakteristik trisomi 13 adalah anomali multipel yang berat termasuk anomali sistem saraf pusat, anomali wajah, defek jantung, anomali ginjal, dan anomali ekstremitas. Manifestasi klinisnya dapat berupa mikrosefal, cyclops (mata tunggal), struktur nasal abnormal, cleft bibir dan palatum, low set ears, dan polidaktili. Trisomi 13 dapat dideteksi prenatal dengan melakukan pemeriksaan USG dan marker serum maternal yang dilakukan pada trimester I. Skrining dilakukan terutama bila terdapat riwayat memiliki anak dengan kelainan kongenital. Bila terdapat kecurigaan janin mengalami trisomi 13, dilakukan pemeriksaan kromosom jaringan janin dengan menggunakan amniosentesis atau biopsi vili korialis. Tidak ada terapi spesifik atau pengobatan untuk trisomi 13. Kebanyakan bayi yang lahir dengan trisomi 13 memiliki masalah fisik yang berat. Komplikasi hampir terjadi sesegera mungkin seperti sulit bernapas, gagal jantung, gangguan penglihatan, kejang, dan ketulian. Prognosis bayi dengan trisomi 13 sangat buruk dan mayoritas bayi lahir mati (still birth). Beberapa bayi dapat berhasil lahir namun hidup tidak lama. Lebih dari 80% anak dengan trisomi 13 meninggal pada tahun pertama. Pencegahan dapat dilakukan dengan berkonsultasi dengan ahli genetik sebelum merencanakan kehamilan selanjutnya terutama bila sebelumnya memiliki riwayat memiliki anak trisomi 13.

1

1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis ingin mengetahui definisi, epidemiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis diferensial, komplikasi, penatalaksanaan, prognosis, dan pencegahan Sindrom Patau (Trisomi 13).

1.3. Tujuan Masalah 1.3.1. Memahami definisi, epidemiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis diferensial, komplikasi, penatalaksanaan, dan prognosis Sindrom Patau (Trisomi 13) 1.3.2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah dibidang kedokteran 1.3.3. Memenuhi salah satu persyaratan kelulusan Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta

1.4. Metode Penulisan Referat ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan dengan mengacu kepada beberapa literatur.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Sindrom Patau (trisomi 13) merupakan kelainan genetik yang memiliki 3 buah kromoson 13.1 2.2. Epidemiologi Insiden Sindrom Patau terjadi pada 1 : 8.000-12.000 kelahiran hidup. Insidensi akan meningkat dengan meningkatnya usia ibu.2 2.3. Faktor Risiko Faktor risiko yang dapat meningkatkan terjadinya trisomi 13 adalah peningkatan usia ibu. Semakin tua usia ibu, dapat meningkatkan kejadian trisomi 13 akibat non-disjunction. Jenis kelamin fetus dapat mempengaruhi risiko kejadian trisomi 13. Laki-laki lebih banyak mengalami aneuploidi daripada perempuan. Trisomi 13 juga berasosiasi dengan berat bayi lahir rendah (BBLR), prematuritas, dan intra uterine growth retardation (IUGR).2,5 2.4. Klasifikasi Terdapat 3 tipe pada trisomi 13 : a. Trisomi 13 Klasik Pada tipe ini, sel telur atau sperma menerima ekstra copy kromosom 13. Biasanya sel telur dan sperma hanya memiliki 1 copy tiap kromosom. Saat mereka bersatu, akan menghasilkan bayi dengan kromosom yang lengkap (46). Bila sel telur atau sperma menerima 2 copy kromosom 13 dengan sel telur atau sperma yang memiliki 1 copy, maka akan terbentuk trisomi 13 yang ditemukan di seluruh sel. Tipe klasik ini merupakan bentuk tersering pada trisomi 13 yang terjadi sekitar 75%.3 b. Trisomi 13 Translokasi Pada tipe ini, potongan atau seluruh bagian ekstra copy kromosom 13 berikatan dengan kromosom lain. Hasilnya dapat terlihat adanya bagian ekstra kromosom 13 di dalam sel. Translokasi ini terjadi saat sel telur dan sperma menyatu (3/4 kasus) dan

3

sisanya terjadi pada salah satu orang tua. Translokasi ini terjadi sekitar 20% kasus trisomi 13.3 c. Trisomi 13 Mosaik Pada tipe ini, terdapat 2 grup sel yaitu sel dengan tipikal 46 kromosom dan sel dengan ekstra copy kromosom 13. Fitur dan masalah yang terjadi pada trisomi 13 mosaik lebih ringan karena tidak seluruh sel membawa kromosom ekstra. Trisomi 13 tipe ini terjadi sekitar 5%.3 2.5. Patofisiologi Terdapat 2 jenis kelainan kromosom yaitu kelainan jumlah dan kelainan struktur. Trisomi 13 termasuk dalam kelainan jumlah kromosom (aneuploidi). Aneuploidi dapat terjadi akibat non-disjunction. Non-disjunction merupakan kegagalan 1 pasang atau lebih kromosom homolog untuk berpisah saat pembelahan miosis I atau miosis II. Trisomi 13 biasanya berhubungan dengan non-disjunction miosis maternal (85%) dan sisanya terjadi saat miosis paternal. Trisomi non-disjunction lebih banyak terjadi pada ibu yang berusia > 35 tahun. Ketika reduksi tidak terjadi, akan terdapat tambahan kromosom pada seluruh sel yang menghasilkan trisomi.4,5 Non-disjunction pada fase mitosis (post fertilisasi), tegantung pada fasenya yaitu pada sel pertama zigot atau setelah terjadi mitosis zigot. Hasilnya dapat terjadi trisomi dan monosomi bila terjadi pada sel pertama atau sel dengan kromosom normal, sel dangan trisomi dan monosomi bila terjadi setelah mitosis normal terjadi beberapa tahap. Gabungan sel ini dinamakan mosaik sel. Trisomi 13 tipe mosaik terjadi sekitar 5% kasus.4,5

Gambar 1. Mekanisme non-disjunction 4

Translokasi kromosom dapat terjadi pada mutasi baru sporadik. Translokasi adalah berpindahnya materi genetik salah satu 1 kromosom ke kromosom yang lain. Kurang dari 20% kasus trisomi 13 terjadi akibat translokasi kromosom. Selama translokasi, kromosom misalign dan bergabung dengan bagian sentromernya yang berjenis akrosentris (jenis kromosom yang lengan pendeknya atau p sangat pendek dan tidak mengandung gen). Hal ini disebut translokasi Robertsonian. Translokasi Robertsonian terjadi terbatas pada kromosom akro sentris 13, 14, 15, 21, dan 22 karena memiliki lengan pendek yang tidak mengandung gen. Translokasi Robertsonian pada kromosom 13:14 terjadi sekitar 33% dari seluruh translokasi Robertsonian.4,5

Gambar 2. Mekanisme Translokasi Robertsonian 2.6. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis yang dapat terjadi pada trisomi 13 meliputi : 1,2  Mikrosefal  Mikroftalmia/anoftalmia  Cyclops (mata tunggal)  Sinoftalmia (2 mata bergabung menjadi 1)  Absen atau abnormal struktur nasal atau proboscis  Cleft bibir dan palatum  Low set ears  Polidaktili (post aksial)  Hernia (umbilikal, inguinal) 5

 Undescended testis  Abnormalitas skeletal ekstremitas  Defek pada scalp (cutis aplasia)

Gambar 3. Manifestasi Sindrom Patau (trisomi 13) 2.7. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan pada trisomi 13 adalah : 1,2 a. Defek jantung terjadi pada 80% kasus dengan berbagai kondisi seperti :  Defek septal atrial  Defek septal ventrikel  Paten duktus arteriosus  Dekstrokardia b. Holoprosenfali (otak tidak terbagi secara komplit menjadi 2) sering terjadi dan biasanya ditandai dengan adanya defek pada garis tengah wajah seperti :  Mikroftalmia  Anoftalmia  Malformasi hidung atau proboscis  Cleft bibir dan/atau palatum c. Hemangioma kapiler, polikistik ginjal atau malformasi ginjal lainnya

6

2.8. Diagnosis Trisomi 13 dapat didiagnosis sebelum kelahiran (prenatal). Diagnosis prenatal dilakukan bila kehamilan yang terjadi memiliki risiko mengalami kelainan kongenital pada janinnya, terutama bila terdapat riwayat memiliki anak dengan kelainan kongenital. Untuk itu, dilakukan skrining prenatal yang berupa : a. Ultrasonografi (USG) Pemeriksaan USG merupakan pemeriksaan non-invasif yang paling banyak dilakukan dan dapat dilakukan pada setiap tahap dan usia kehamilan. Pemeriksaan USG pada trimester (TM) I dilakukan pada usia 11-13 minggu untuk memeriksa nuchal fold translucency (NT). Pemeriksaan pada TM I dapat mengidentifikasikan adanya kelainan seperti Sindrom Down, trisomi 18, dan trisomi 13 hingga 90%. Hasil pemeriksaan USG pada trisomi 13 dapat ditemukan peningkatan penebalan nuchal, polihidramnion atau oligohidramnion, bukti IUGR, hidrops fetalis, usus echogenik, dan corda tendinea echogenik. Selain USG, dilakukan pula pemeriksaan serum maternal.4,6 b. Skrining Marker Serum Maternal Skrining marker serum maternal merupakan tes darah yang dilakukan pada ibu hamil pada kehamilan TM I dan/atau TM II untuk mengetahui adanya kelainan kromosom atau tidak. Skrining ini terbagi menjadi 2 : 4  TM I (11-13 minggu) Pada waktu ini marker yang diperiksa adalah serum β-human chorionoc gonadotropin bebas (free β- hCG) dan pregnancy associated plasma proteni (PAPP-A). Pada trisomi 13, ditemukan penurunan nilai kedua marker tersebut.6  TM II (15-18 minggu) Pada waktu ini marker yang diperiksa adalah kadar protein yang dihasilkan janin selama kehamilan dan beredar di peredaran darah ibu. Pemeriksaan ini dikenal sebagai triple screening (α-fetoprotein, unconjugated estriol, dan human chorionoc gonadotropin ) atau quad screening (ditambah pemeriksaan inhibin A). nilai normal pemeriksaan marker ini bergantung pada usia kehamilan, jumlah janin, berat badan, ras, dan riwayat diabetes pada ibunya.4

7

c. Amniosentesis Amniosentesis merupakan prosedur diagnostik prenatal yang paling banyak dipakai dan bertujuan untuk mendapatkan sampel pemeriksaan kromosom Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan adanya kelainan kromosom pada janin yang ditemukan pada pemeriksaan prenatal sebelumnya (USG dan serum marker). Pemeriksaan ini dilakukan pada TM II, sekitar usia 15-20 minggu. Pemeriksaan ini menggunakan jarum spinal yang dimasukkan ke dalam kantong amnion dengan tuntunan USG lalu mengambil sekitar 15-30 cc cairan amnion. Sel janin yang terdapat pada cairan tersebut lalu dikultur dan diperiksa untuk mengetahui adakah kelainan kromosom.4

Gambar 4. Hasil Pemeriksaan Kromosom Trisomi 13 d. Biopsi Vili Korialis Biopsi vili korialis dilakukan pada akhir TM I, antara 10-13 minggu yang dilakukan dengan tuntunan USG. Jaringan yang diambil pada pemeriksaan ini adalah jaringan korion dari plasenta yang sedang tumbuh. Prosedur ini memiliki risiko abortus lebih tinggi daripada amniosentesis yaitu sebesar 1-2%.4 2.9. Diagnosis Diferensial  Sindrom Meckel-Gruber Sindrom Meckel-Gruber merupakan kelainan autosom resesif yang bersifat letal. Trias yang khas pada Sindrom Meckel-Gruber adalah ensefalokel oksipital, polikistik ginjal yang luas, dan polidaktili post-aksial. Abnormalitas lain yang dapat ditemukan adalah cleft bibir, anomali genital, malformasi sistem saraf pusat, malformasi DandyWalker, dan fibrosis hepar. Bayi yang baru lahir akan segera meninggal akibat hipoplasia pulmo. Diagnosis prenatal dapat dilakukan pada usia gestasi 10 minggu.7

8

 Sindrom Smith-Lemli-Opitz Sindrom Smith-Lemli-Opitz merupakan anomali kongenital multipel yang disebabkan defek pada sintesis kolesterol. Sindrom ini merupakan kelainan autosomal seresif yang disebabkan defisiensi enzim 3 beta-hidroksisterol-delta 7-reduktase yang merupakan enzim final pada jalur sintetis sterol yang mengubah 7-dehidrokolesterol menjadi kolesterol. Manifestasi klinis sindrom ini dapat berupa mikrosefal, cleft palatum, low set ears, sindaktili pada jari ke-2 dan ke-3, polidaktili post-aksial, defek jantung kongenital, dan anomali genital. Selain itu, abnormalitas neuropsikiatrik dan neurodevelopmental sering terjadi dan termasuk variasi retardasi mental, perilaku menyimpang, dan autisme.8 2.10. Penatalaksanaan Tidak ada terapi spesifik atau pengobatan untuk trisomi 13. Kebanyakan bayi yang ahir dengan trisomi 13 memiliki masalah fisik yang berat. Terapi yang dilakukan fokus untuk membuat bayi lebih nyaman. Anak yang tetap bertahan sejak lahir mungkin membutuhkan terapi bicara, terapi fisik, operasi untuk mengatasi masalah fisik, dan terapi perkembangan lainnya. 2.11. Komplikasi Komplikasi hampir terjadi sesegera mungkin. Kebanyakan bayi dengan trisomi 13 memiliki kelainan jantung kongenital. Komplikasi yang mungkin terjadi :1  Sulit bernapas atau apnea  Ketulian  Gagal jantung  Kejang  Gangguan penglihatan  Masalah dalam pemberian makanan 2.12. Prognosis Prognosis bayi dengan trisomi 13 sangat buruk dan mayoritas bayi lahir mati (still birth). Beberapa bayi dapat berhasil lahir namun hidup tidak lama. Rata-rata usia bayi dengan

9

trisomi 13 adalah 2,5 hari hanya 1 dari 20 bayi yang akan bertahan lebih dari 6 bulan. Lebih dari 80% anak dengan trisomi 13 meninggal pada tahun pertama.1,2 2.12. Pencegahan Konsultasi dengan ahli genetik sebelum merencanakan kehamilan selanjutnya terutama bila sebelumnya memiliki riwayat memiliki anak trisomi 13.

10

BAB III KESIMPULAN Sindrom Patau (Trisomi 13) merupakan kelainan autosomal ketiga tersering yang terjadi pada bayi lahir yang hidup setelah Sindrom Down (trisomi 21) dan Sindrom Edwards (trisomi 18). Insiden Sindrom Patau terjadi pada 1 : 8.000-12.000 kelahiran hidup. Insidensi akan meningkat dengan meningkatnya usia ibu. Penyebab trisomi 13 dapat terjadi akibat non-disjunction saat pembelahan miosis I atau miosis II. Sekitar 85% trisomi 13 berhubungan dengan non-disjunction miosis maternal, dapat pula terjadi akibat translokasi genetik. Terdapat 3 tipe pada trisomi 13 yaitu tipe klasik, translokasi, dan mosaik. Karakteristik trisomi 13 adalah anomali multipel yang berat termasuk anomali sistem saraf pusat, anomali wajah, defek jantung, anomali ginjal, dan anomali ekstremitas. Manifestasi klinisnya dapat berupa mikrosefal, cyclops (mata tunggal), struktur nasal abnormal, cleft bibir dan palatum, low set ears, dan polidaktili. Trisomi 13 dapat dideteksi prenatal dengan melakukan pemeriksaan USG dan marker serum maternal yang dilakukan pada trimester I. Bila terdapat kecurigaan janin mengalami trisomi 13, dilakukan pemeriksaan kromosom jaringan janin dengan menggunakan amniosentesis atau biopsi vili korialis. Tidak ada terapi spesifik atau pengobatan untuk trisomi 13. Kebanyakan bayi yang ahir dengan trisomi 13 memiliki masalah fisik yang berat. Komplikasi hampir terjadi sesegera mungkin seperti sulit bernapas, gagal jantung, gangguan penglihatan, kejang, dan ketulian. Prognosis bayi dengan trisomi 13 sangat buruk dan mayoritas bayi lahir mati (still birth). Beberapa bayi dapat berhasil lahir namun hidup tidak lama. Lebih dari 80% anak dengan trisomi 13 meninggal pada tahun pertama. Pencegahan dapat dilakukan dengan berkonsultasi dengan ahli genetik sebelum merencanakan kehamilan selanjutnya terutama bila sebelumnya memiliki riwayat memiliki anak trisomi 13.

11

DAFTAR PUSTAKA 1. Haldeman-Englert, Chad. 2011. Trisomy 13. Diakses pada tanggal 8 Juni 2014.

Available on http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001660.htm 2. Best, Robert G. and Gregg, Anthony Romaine. 2014. Patau Syndrome. Diakses pada

tanggal 4 Juni 2014. Available on http://emedicine.medscape.com/article/947706overview 3. Fact Sheet. 2013. Trisomy 13. Diakses pada tanggal 8 Juni 2014. Available on

http://www.vdh.virginia.gov/ofhs/childandfamily/childhealth/gns/documents/pdf/vaC ares/Trisomy%2013.pdf 4. Saifuddin, Abdul B., Rachimnadhi, Triatmojo, dan Winkjosastro, Gulardi H. editors. 2009. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi ke 4. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo 5. Rios, A., Furdon, Susan A., Adams, D., and Clark, David A. 2004. Recognizing the Clinical Features of Trisomy 13 Syndrome. Diakses pada tanggal 8 Juni 2014. Available on http://www.medscape.com/viewarticle/496393_1 6. Shetty, Aditya, Gaillard, Frank et al. 2013. Patau Syndrome. Diakses pada tanggal 8 Juni 2014. Available on http://radiopaedia.org/articles/patau-syndrome 7. Jayakar, Parul Bhagwati. 2013. Meckel-Gruber Syndrome. Diakses pada tanggal 10 Juni 2014. Available on http://emedicine.medscape.com/article/946672-overview 8. Steiner, RobertD. 2013. Smith-Lemli Opitz Syndrome. Diakses pada tanggal 10 Juni 2014. Available on http://emedicine.medscape.com/article/949125-overview

12

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF